Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan terdapat 14 proyek pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) yang terkendala pendanaan akibat polemik klausul pemenuhan ketentuan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Empat proyek di antaranya sudah memiliki kesepakatan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB), World Bank, Japan International Cooperation Agency (JICA), dan lembaga pembiayaan lainnya dengan total komitmen investasi lebih dari US$1 miliar.
Keempat proyek itu meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cisokan (1.040 MW), Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Huluais (110 MW), PLTA Kumbih (45 MW) dan PLTA Sawangan (16,6 MW).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, persoalan klausul TKDN itu membuat sejumlah proyek tidak bisa masuk tahap pengadaan atau procurement dari lembaga keuangan internasional tersebut.
“Karena aturan lender yang tidak mendukung TKDN,” kata Dadan kepada Bisnis, Senin (22/1/2024).
Sementara itu, terdapat 10 proyek lainnya belum mencapai kesepakatan dengan lender terkait ketentuan klausul TKDN itu masuk ke dalam perjanjian jual beli listrik (PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Baca Juga
Sepuluh proyek yang mandek negosiasi itu, di antaranya PLTA Bakaru 1 (126 MW), PLTA Bakaru 2 (140 MW), Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) Kalibumi (6,35 MW), PLTM Lapai 1 (5,31 MW), PLTM Riorita (2,5 MW) PLTP Dieng 2 (55 MW), PLTP Patuha 2 (55 MW), dan PLTA Masang 2 (44 MW).
Dadan menuturkan, kementeriannya bersama dengan PLN tengah berkoodinasi intensif untuk mencari jalan keluar atas persoalan klausul TKDN bersama dengan lender tersebut.
Selain itu, Kementerian ESDM turut mengusulkan fleksibilitas klausul TKDN dalam perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).
“Mempertimbangkan ketersediaan atau kemampuan dalam negeri, harga energi baru atau energi terbarukan yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan EBET,” kata Dadan.