Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tidak secara langsung bisa membuat industri dalam negeri babak belur dan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kebijakan TKDN menjadi salah satu kesepakatan tarif dagang antara Indonesia dengan Negara Paman Sam. Adapun, kebijakan TKDN sedari awal menjadi sorotan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan dengan pelonggaran TKDN justru bisa mendorong iklim investasi masuk ke Indonesia.
“Saya rasa enggak ya, menurut saya itu tidak directly related antara [pelonggaran] TKDN dengan PHK,” kata Shinta saat ditemui seusai konferensi pers di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Terlebih, menurut Shinta, selama pemerintah mampu menciptakan kondisi yang mendukung bagi dunia usaha, maka pelonggaran TKDN justru akan menarik investor asing menanamkan investasinya di Tanah Air.
“Kita kan juga ada aturan-aturan main ya, untuk bagaimana bisa mendorong lebih banyak investasi untuk produksi di Indonesia selama kita bisa menyiapkan enabler environment atau ekosistem yang lebih baik,” terangnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Shinta menyampaikan bahwa pemerintah juga tetap membuat regulasi untuk menjaga keseimbangan industri meski adanya pelonggaran kebijakan TKD, sehingga industri dalam negeri mampu bersaing lebih kompetitif secara global.
“Pada akhirnya cost of doing business Indonesia ini yang kita harus perhatikan, karena ini yang kita belum competitive,” imbuhnya.
Shinta menilai, jika industri dalam negeri mampu bersaing dengan kompetitif maka produktivitas akan meningkat dan investasi juga bertambah. Namun, dia menjelaskan derasnya investasi yang masuk ke Indonesia juga tergantung pada ketersediaan bahan baku untuk produksi suatu barang.
“Jadi bukan berarti kalau kemudian kita tidak ada [atau] mengurangi TKDN menjadi dipermudah dan lain-lain, itu kemudian tidak bisa mendorong lebih banyak investasi yang masuk, karena elemen dari attractiveness atau daya saing dari Indonesia itu jauh melebihi daripada hanya urusan TKDN,” tuturnya.
Lebih lanjut, Shinta mengatakan bahwa konsep deregulasi harus menjadi titik utama untuk meningkatkan iklim investasi Indonesia. Pasalnya, sambung dia, kemudahan berusaha di Tanah Air masih perlu dilakukan sederet terobosan perbaikan, mulai dari perizinan hingga regulasi yang tumpang tindih.
“Kalau dibanding dengan negara tetangga, perizinannya masih juga perlu diperbaiki, regulasi tumpang tindih, pusat dan daerah dan lain-lain ini juga masih menjadi fenomena klasik yang justru menghambat investasi yang ada,” pungkasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kantor Komunikasi Kepresidenan menyebut pelonggaran terhadap kebijakan TKDN akan membuka keran investasi dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia.
Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Fithra Faisal Hastiadi menyebut kuota impor dan kebijakan TKDN menjadi dua hal yang menghambat investasi dan perdagangan Indonesia.
Ke depan, dia menyampaikan bahwa para investor menginginkan persyaratan produk lokal yang tidak terlalu ketat. Sebab, sambung dia, jika syarat terlalu ketat akan memengaruhi rantai pasok global.
“Selama ini Indonesia itu tertinggal dalam konteks backward participation. Karena apa? Karena terlalu tinggi TKDN-nya misalnya, itu salah satu identifikasi di awal. Sehingga pada akhirnya end product-nya menjadi tidak kompetitif,” kata Fithra saat ditemui di Hotel Pullman Jakarta, Senin (28/7/2025).
Bahkan, Fithra juga menyebut syarat TKDN menjadi alasan utama Indonesia tidak bisa bersaingan dengan produk asing, seperti China hingga Vietnam.
“Karena mereka muka di sisi TKDN-nya nggak terlalu tinggi. Sehingga mereka bisa mendapatkan akses input produksi yang jauh lebih murah,” ucapnya.
Menurut dia, jika pemerintah melonggarkan kebijakan TKDN maka produk dalam negeri akan jauh lebih kompetitif dengan negara lain, sehingga investasi akan masuk ke Indonesia.
“Jadi, apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat, kita, pemerintah, Presiden juga sudah menyampaikan bahwa ya memang perlu ada pelonggaran-pelonggaran itu, deregulasi, karena itu memicu inefisiensi,” tuturnya.
Dia menambahkan, pelonggaran kebijakan TKDN bisa membuat investasi semakin deras ke Indonesia. Meski begitu, dia juga menjelaskan bahwa TKDN sejatinya juga penting untuk industri dalam negeri.
“Yang penting itu adalah non-discriminatory. Jadi, bukan masalah TKDN-nya saja. TKDN memang penting di satu sisi untuk melindungi industri di dalam negeri, tetapi ketika dia terlalu tinggi, justru membuat produk akhirnya itu menjadi tidak kompetitif,” jelasnya.
Terlebih, Fithra menyebut bahwa kebijakan yang terlalu ketat, justru akan membuat ongkos produksi menjadi jauh lebih mahal. “Ketika itu dipaksakan terlalu tinggi, makanya itu membuat ongkos produksi menjadi lebih mahal,” imbuhnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan tidak semua kebijakan TKDN akan dihapus, sebagaimana pernyataan Gedung Putih atau pihak pemerintah AS.
Airlangga menyampaikan bahwa penghapusan TKDN akan dilakukan untuk beberapa sektor. Namun, dirinya tak menjelaskan sektor apa saja yang akan dihapuskan.
“Enggak [dihapus seluruhnya TKDN], itu kan sektornya ada,” ujar Airlangga kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (23/7/2025).