Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Manufaktur Tekor, dari Sawit hingga Otomotif Turun

Pelemahan perekonomian global menghantam kinerja ekspor manufaktur yang hanya mengandalkan beberapa komoditas.
Ilustrasi kegiatan industri manufaktur/Reuters
Ilustrasi kegiatan industri manufaktur/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA- Nilai ekspor secara keseluruhan pada tahun lalu tercatat US$258,82 miliar, anjlok 11,3% dibandingkan US$291,9 miliar pada 2022. Dari penurunan itu, ekspor industri pengolahan mengalami koreksi paling dalam.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), total ekspor industri pengolahan selama setahun lalu hanya sebesar US$186,98 miliar, lebih rendah 9,26% dibandingkan US$206,07 miliar pada 2022. BPS merekam beberapa komodita mengalami penurunan seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani atau nabati, hingga produk kimia.

Pelemahan ekspor itupun bertambah parah sewaktu memasuki Desember. Penurunan kinerja yang dipicu kelesuan ekspor komoditas seperti sawit/CPO (Crued Palm Oil), diikuti melandainya ekspor produk otomotif dan komponen hingga alas kaki.

Merujuk data BPS, padahal komoditas seperti batu bara, besi dan baja, hingga CPO menguasai porsi ekspor nonmigas hingga 30%. Selebihnya, ekspor disumbang dari kinerja manufaktur.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini pun mengungkapkan kelesuan kinerja ekspor industri pengolahan merontokkan kinerja secara keseluruhan. “Penurunan ekspor sektor indusstri pengolahan menjadi pendoorng utama atas turunnya kinerja ekspor 2023,” sampainya pada Senin (15/1/2024).

Merespon kondisi itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan terkait industri secara keseluruhan. Sejauh ini, terdapat faktor eksternal maupun internal yang memukul kinerja ekspor.

Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan secara ekseternal, pelemahan ekspor sangat dipengaruhi melorotnya permintaan global seiring perekonomian dunia yang melambat.

Penurunan ekonomi China, Uni Eropa, dan Amerika Serikat menghempaskan laju ekspor. “Secara internal, kinerja ekspor manufaktu yang lemah pada 2023, menjadi lebih terasa karena produk ekspor manufaktur Indonesia yang bersaing di tingkat global itu tidak banyak,” kata Shinta kepada Bisnis kemarin.

Persoalan lainnya, Apindo mencermati bahwa sejauh ini jaringan rantai pasok global Indonesia masih cukup lemah, bahkan dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, terlebih lagi Thailand. Sebaliknya, tidak banyak upaya membereskan ataupun memperkuat rantai pasok tersebut guna membantu komoditas berorientasi ekspor.

“Jadi peningkatan kinerja ekspor manufaktur juga lebih sulit, butuh waktu lebih panjang terdongkrak karena hilirisasi butuh waktu lebih panjang untuk menciptakan produk-produk manufaktur yang bersaing di pasar global,” ujarnya.

Hampir senada, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menilai pemerintah selayaknya perlu membenahi kinerja industri nasional, seiring pelemahan ekspor. Terlebih lagi, sektor manufaktur ini memiliki kontribusi signifikan terhadap ekspor.

“Oleh karena itu, pemerintah juga perlu menginisiasi stimulasi kebijakan dan fasilitasi ekspor,” ungkap Plt. Harian Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi.

Kadin mendorong pemerintah untuk merangsang kebijakan fasilitas ekspor, khususnya terhadap negara-negara yang memiliki Free trade Agreement (FTA). “Dan membuka pasar-pasar nontradisional sebagai motor pertumbuhan,” simpul Yukki.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper