Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Manufaktur Kendor, Apindo Sorot Pemerintah Hanya Fokus Hilirisasi

Kinerja ekspor industri melorot, selain dipicu pelemahan permintaan global, juga belum beresnnya rantai pasok di dalam negeri.
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Suasana bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (8/1/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kendornya ekspor sepanjang tahun lalu dipicu pelemahan perekonomian global, serta belum beresnya persoalan internal seperti rantai pasok yang masih kacau balau.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor industri pengolahan sepanjang 2023 mengalami penurunan (year-on-year/yoy) mencapai US$186,98 miliar, lebih rendah dari tahun 2022 lalu sebesar Rp206,07 miliar. 

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani mengatakan permintaan ekspor produk manufaktur menurun lantaran pertumbuhan ekonomi negara tujuan utama ekspor RI yang melemah, seperti China, Uni Eropa, Amerika Serikat. 

"Secara internal, kinerja ekspor manufaktur yang lemah di 2023 menjadi lebih terasa karena produk ekspor manufaktur Indonesia yang bersaing di tingkat global itu tidak banyak," kata Shinta kepada Bisnis, Senin (15/1/2024).

Selain itu, Shinta menilai penurunan ekspor juga ditengarai oleh relasi global value chain (GVC) atau rantai pasok yang tidak cukup kuat jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand atau Malaysia. 

Sedangkan, langkah pemerintah sejauh ini lebih tertarik untuk meningkatkan kinerja ekspor manufaktur dengan hilirisasi, alih-alih perbaikan ekosistem industri yang berorientasi ekspor. 

"Jadi, peningkatan kinerja ekspor manufaktur kita juga lebih sulit dan perlu waktu lebih panjang terdongkrak karena hilirisasi butuh waktu lebih panjang untuk menciptakan produk-produk manufaktur yang bersaing di pasar global," ujarnya.

Menurut Shinta, selain hilirisasi, pemerintah juga perlu menciptakan ekosistem industri manufaktur yang berorientasi ekspor agar produk lokal dapat di ekspor menjadi lebih banyak atau terdiversifikasi.

Diversifikasi produk manufaktur dinilai penting untuk menambah peluang pemulihan demand global, apabila suatu produk melemah. Dengan begitu, kinerja industri tersebut bisa dikompensasi oleh demand produk lainnya. 

Di sisi lain, Shinta tak menampik kebutuhan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk. Apalagi, struktur ekspor sepanjang 2023 terlihat masih didominasi oleh komoditas, alih-alih produk manufaktur. 

"Bahkan sekitar 40-50% ekspor nasional tiap tahunnya merupakan penerimaan ekspor dari tiga komoditas saja yakni batu bara, crude palm oil/CPO, serta besi dan baja. Karena itu, kita sulit untuk menciptakan stabilitas kinerja ekspor," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper