Bisnis.com, JAKARTA - Perekonomian Singapura berhasil berkelit dari jurang resesi pada 2023. Meski demikian, Perdana Menteri Lee Hsien Loong memperingatkan tentang kondisi global yang “bermasalah” dan dapat membebani pertumbuhan dan keamanan negara tersebut.
Lee menuturkan bahwa produk domestik bruto (PDB) Singapura telah meningkat 1,2% (year-on-year/yoy). Realisasi tersebuyt mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan perkiraan Kementerian Perdagangan pada November 2023, yang memproyeksikan pertumbuhan sebesar 1%.
Adapun, pada tahun depan, Lee kembali menegaskan bahwa proyeksi resmi pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut adalah sebesar 1% hingga 3%.
"2023 merupakan tahun yang penuh dengan tantangan, dengan memperkirakan bahwa ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China masih berlanjut," ujarnya dalam Pidato Tahun Baru 2024 dikutip dari Bloomberg, Senin (1/1/2024).
Menurutnya, Perang Rusia vs Ukraina juga berada pada kebuntuan strategis tanpa penyelesaian yang terlihat dan menyoroti kejengkelan dan kemarahan global terhadap penderitaan manusia dalam konflik Israel vs Hamas.
“Untuk beberapa tahun ke depan, kita harus memperkirakan lingkungan eksternal akan kurang mendukung keamanan dan kesejahteraan kita,” jelas Lee.
Baca Juga
Di bawah kepemimpinan Lee, pendapatan per kapita Singapura telah meningkat dari sekitar US$27.600 pada 2004 menjadi US$87.880 pada 2023 atau sekitar Rp1 miliar. Prestasi tersebut menjadikan Singapura sebagai salah satu negara terkaya di dunia.
Prospek Singapura juga bergantung pada pemulihan perdagangan global yang tahan lama, mengingat ekspor setara dengan lebih dari satu setengah kali ukuran perekonomian Singapura.
Meskipun kinerja ekspor mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya dalam 14 November 2023, peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya jumlah ekspor atau lower baseline pada tahun lalu.
Menurut Lee, meskipun perekonomian tumbuh pada 2023, rumah tangga masih merasakan tekanan biaya hidup yang lebih tinggi meskipun inflasi secara bertahap mereda.
Pengendalian inflasi telah menjadi prioritas utama bagi pembuat kebijakan sejak Singapura dibuka kembali pasca-pandemi Covid-19. Pemerintah telah mengumumkan langkah-langkah dukungan bernilai miliaran dolar dan bank sentral menjaga agar dolar Singapura tetap menguat untuk meredakan inflasi impor.
Kenaikan pajak barang dan jasa sebesar 1 poin persentase menjadi 9% mulai 1 Januari 2024 akan menambah tekanan harga, meskipun perdana menteri mengatakan pendapatan tambahan tersebut akan membantu pemerintah membayar biaya perawatan kesehatan yang semakin meningkat.
"Pemerintah akan terus memberikan bantuan moneter dan subsidi untuk meredam dampak tersebut," ungkapnya.