Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan Indonesia berpotensi membukukan surplus pada akhir 2023.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Wahyu Agung Nugroho mengatakan bahwa transaksi berjalan (current account) pada 2023 diperkirakan berkisar surplus 0,4% terhadap PDB hingga defisit 0,4% terhadap PDB.
Sementara pada 2024, transaksi berjalan diperkirakan mengalami defisit yang melebar, dengan kisaran defisit 0,1% hingga 0,9% terhadap PDB.
“Untuk tahun 2024 [diperkirakan] defisit 0,1% PDB hingga defisit 0,9% PDB, sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik yang terus berlanjut. Defisit ini masih aman,” katanya kepada Bisnis, Rabu (28/12/2023).
BI mencatat, transaksi berjalan Indonesia pada kuartal III/2023 mencatatkan defisit sebesar US$0,9 miliar atau 0,2% dari PDB.
Tingkat defisit tersebut jauh menurun dibandingkan dengan defisit US$2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada kuartal sebelumnya.
Baca Juga
Perkembangan transaksi berjalan ini dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat, didukung oleh perbaikan permintaan beberapa komoditas ekspor, terutama besi dan baja, di tengah tren harga komoditas yang masih turun.
Perbaikan neraca transaksi berjalan juga ditopang oleh penurunan defisit jasa, yang didukung oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara seiring dengan pemulihan sektor pariwisata yang terus berlangsung.
Selain itu, BI mencatat defisit neraca pendapatan primer juga menurun sejalan dengan pembayaran imbal hasil kepada investor asing yang lebih rendah.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyampaikan bahwa penyumbang defisit transaksi berjalan yang paling besar hingga kuartal III/2023 adalah pendapatan primer dan sektor jasa.
Faisal menjelaskan, sektor jasa di dalam negeri belum pulih seperti kondisi pra pandemi, berbeda seperti perdagangan barang yang mengalami lonjakan setelah pandemi dan memuncak pada 2022 sejalan dengan booming komoditas.
“Tapi jasa kondisinya pemulihannya masih lambat, terutama ekspor jasa masih di bawah kondisi prapandemi. Kalau impor jasa sudah sedikit di atas prapandemi. Hampir semua sektor jasa yang diperdagangkan, pertumbuhan impor pulih lebih cepat dibandingkan ekspor,” katanya.
Lebih lanjut, khususnya ekspor jasa perjalanan, Faisal mengatakan surplus jasa perjalanan mengalami penyempitan pascapandemi, di mana impor jasa perjalanan tercatat lebih tinggi.
Dia menambahkan, penyebab kedua defisit transaksi berjalan, yaitu surplus perdagangan barang yang menurun tajam sejalan dengan penurunan harga komoditas.
Pada periode sebelum 2023, surplus perdagangan barang tercatat tinggi dan dapat menopang defisit pada komponen lainnya, sehingga transaksi berjalan Indonesia mengalami surplus.
Oleh karena surplus perdagangan barang yang mengalami penurunan sepanjang 2023. juga dipicu oleh defisit neraca jasa dan pendapatan primer, Faisal memperkirakan transaksi berjalan tahun ini dan 2024 berpotensi mengalami defisit hingga 1% dari PDB.