Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$3,42 miliar pada September 2023, naik tipis dari periode Agustus 2023 yang sebesar US$3,12 miliar.
Tercatat, ekspor pada September 2023 turun 5,6% secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi US$21 miliar.
Ekonom Bank Danamon Irman Faiz menyampaikan bahwa secara kuartalan, ekspor pada kuartal III/2023 turun menjadi US$64 miliar atau 18,6% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Penurunan ekspor tersebut terjadi di semua komoditas non-migas, terutama disebabkan oleh penurunan harga ekspor komoditas utama, seperti batu bara dan CPO.
Sebaliknya, ekspor produk minyak dan gas mengalami pertumbuhan yang dipicu oleh kenaikan harga minyak global.
Sejalan dengan itu, nilai impor turun menjadi US$17 miliar pada September 2023, atau 8,2% secara bulanan. Pada kuartal III/2023, impor tercatat mengalami kontraksi 11,9% yoy.
Baca Juga
Penurunan ini, kata Faiz, sebagian besar disebabkan oleh impor non-migas, dengan impor barang modal yang paling terpukul
Menurutnya, penurunan impor barang modal ini dapat dikaitkan dengan permintaan eksternal yang lemah, yang mengakibatkan terbatasnya ekspansi kapasitas produksi industri.
Pada kuartal III/2023 surplus neraca perdagangan tercatat turun menjadi US$8 miliar, dibandingkan dengan US$15 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Faiz mengatakan, penurunan tersebut sejalan dengan perkiraan bahwa surplus perdagangan berpotensi menyusut hingga akhir tahun.
“Narasi penyusutan surplus perdagangan tetap konsisten seperti yang tercermin dari angka perdagangan triwulanan,” katanya, dikutip Selasa (17/10/2023).
Dengan perkembangan hingga September 2023, Faiz memperkirakan transaksi berjalan pada akhir 2023 akan mengalami defisit sebesar 0,4 persen dari PDB.
“Kami memperkirakan defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 1,0% dari PDB tahun depan,” jelasnya.