Bisnis.com, JAKARTA- Importir gelisah terhadap pemberlakuan neraca komoditas sebagai dasar impor komoditas terutama bahan baku. Padahal, neraca komoditas diberlakukan guna menyelaraskan volume dan waktu impor sesuai kebutuhan domestik.
Pemerintah Pusat menetapkan penggunaan Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong. Neraca komoditas mencakup akurasi data pasokan dan kebutuhan bahan baku/penolong untuk industri.
Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan neraca komoditas hingga saat ini masih menjadi hambatan bagi importir dalam hal perizinan impor.
"Yang pasti kalau untuk pelaku usaha ini mempersulit dan menghambat. Peraturan yang seperti itu tidak utuh yang kemudian membuat sulit dan membuat pelaku usaha ini tidak bisa melakukan apa-apa," kata Subandi kepada Bisnis, dikutip Selasa (17/10/2023).
Pelaku importir disebut tidak mendapatkan pengetahuan dan informasi yang utuh tentang tata cara teknis implementasi neraca komoditas. Di sisi lain, importir tetap membutuhkan rekomendasi dari kementerian teknis. Sementara, importir masih kesulitan tanpa adanya coaching clinic.
Menjawab keluhan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46/2023 sebagai revisi atas PP No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, khususnya menyangkut neraca komoditas.
Baca Juga
Dalam beleid terbaru PP 46/2023 disebutkan pada pasal 18A bahwa kebijakan penggunaan Neraca Komoditas tetap berlaku, tetapi ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Presiden. Namun, pemerintah mengakui adanya kekurangan dari sistem tersebut.
"Pelaksanaan neraca komoditas dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, khususnya dalam proses penetapan neraca komoditas untuk komoditas selain barang kebutuhan pokok..," bunyi beleid tersebut.
Sebelumnya, GINSI mengungkap bahwa pelaku usaha kehilangan omzet hingga triliunan rupiah. GINSI mengklaim, negara juga akan mengalami kerugian seiring melemahnya kinerja impor bahan baku.
Sejak berlakunya aturan tersebut, kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi yang berpotensi membuat gejolak di sektor industri manufaktur.
Adapun, total kerugian tersebut mencakup perputaran uang yang terhenti di kalangan importir sejak akhir tahun 2022. Bahkan, selama 3 bulan terakhir, anggota GINSI telah mengenakan 156 pita cukai pada produknya dengan nilai Rp10 triliun.
Hal ini pun tercermin dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan impor bahan baku/penolong mengalami penurunan sebesar 4,68 persen secara bulanan menjadi US$12,69 miliar pada September 2023.
Adapun, tren penurunan nilai impor bahan baku/penolong juga terjadi pada Agustus 2023 lalu yang turun 4,13 persen menjadi US$13,34 miliar. Secara tahunan, nilai impor bahan baku juga merosot tajam dari US$14,90 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar W. mengatakan penurunan nilai impor bahan baku/penolong belum begitu signifikan mengingat kontribusinya terhadap keseluruhan nilai impor sebesar 73,19 persen atau senilai US$12,69 miliar.
"Impor bahan baku/penolong turun 4,86% ini terutama didorong oleh penurunan impor komoditas ampas dan sisa industri makanan, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan juga mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya," kata Amalia dalam rilis BPS, Senin (16/10/2023).