Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Idham Tamim Aldary

Anggota Tim Teknis National Logistics Ecosystem (NLE)

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Utopia Ekosistem Logistik

Bagaimana mungkin LPI Indonesia jeblok sedangkan pelabuhan di Indonesia masuk dalam 20 besar terbaik dunia?
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Batu Ampar telah menggunakan crane./Istimewa
Kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Batu Ampar telah menggunakan crane./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Bagaimana mungkin LPI Indonesia jeblok sedangkan pelabuhan di Indonesia masuk dalam 20 besar terbaik dunia ? Sebuah paradoks yang menarik dari isi kolom editorial Bisnis Indonesia tanggal 29 November 2023 tentang “Memperbaiki Rapor Jeblok Performa Logistik”.

Logistic Performance Index (LPI) Indonesia yang dikeluarkan oleh bank Dunia menasbihkan Indonesia harus “legawa” turun 17 peringkat di posisi ke-61 dari total 139 negara dengan skor 3,0.

Apa pun posisi publik dalam merespons paradoks yang ada, tetapi penulis sepakat untuk mengambil posisi kritis dalam paradoks ini. Alangkah baiknya kita becermin dan introspeksi terhadap langkah-langkah yang sudah kita lakukan selama ini demi membangun cita-cita logistik yang tumbuh dan berdaya saing.

Terkait cita-cita logistik, dalam rilisnya, klaim Bappenas RI mencatat biaya logistik nasional per September 2023 telah mencapai 14,29% dan membuat target cukup menantang agar angka tersebut dapat turun hingga 8% pada momentum Indonesia Emas 2045.

Agar cita-cita logistik Indonesia tidak berjalan mundur dan mencapai angka 8% bukanlah utopia semata, maka negara harus mampu membuat sebuah skema besar nasional pengembangan ekosistem logistik. Melalui Instruksi Presiden No. 2020 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional/National Logistic Ecosystem (NLE), pemerintah berkomitmen untuk menghapus repetisi dan duplikasi, simplifikasi proses bisnis, kolaborasi platform logistik, pembayaran digital dan membangun infrastruktur yang tercantum dalam konsep 4 Pilar NLE.

Apakah ini merupakan jawaban dari segala paradoks permasalahan logistik? Walau belum menjawab secara utuh pertanyaan atas keberhasilan cita-cita logistik, program NLE setidaknya sudah mampu menjawab positif beberapa permasalahan logistik terutama pada sektor perizinan pada pemerintah/Government (G).

Ikhtiar untuk mencapai hasil positif dari program NLE turut dibagikan oleh Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan RI, melalui posting media sosialnya. Dalam unggahan terbarunya pada 28 November 2023, Ibu Sri Mulyani menyampaikan capaian program yang masuk dalam layanan NLE melalui sistem Indonesia National Single Window (INSW).

Di antaranya integrasi layanan karantina dan kepabeanan (Single Submission Quarantine Customs) diterapkan pada 13 pelabuhan mencakup 95% total transaksi nasional dengan dwelling time 2,65 hari, efisiensi waktu pengajuan Delivery Order (DO) online meningkat 49,5% dan efisiensi biaya meningkat 36,5% (berdasarkan survei Prospera 2022).

Adapun efisiensi waktu layanan Surat Penyerahan Peti Kemas (SP2) online lebih cepat 66% dan efisiensi biaya meningkat 38,9%.

Hasil positif program NLE di atas sedikit banyak diharapkan berdampak pada laju pergerakan positif perbaikan rantai pasok di Indonesia. Namun, tentu saja pergerakan positif ini harus secara menyeluruh serta tidak hanya pada sektor pemerintah, tetapi juga para pemangku kepentingan (Bisnis) dan pengguna jasa dalam kotak ekosistem yang inklusif.

Banyak sekali usulan perbaikan dari kacamata pelaku bisnis. Usulan ini harus mampu ditangkap dan didengar oleh pemerintah. Setelah itu, tentu saja dapat diselaraskan dan masuk ke dalam skema besar perbaikan logistik seperti perbaikan infrastruktur, perbaikan rantai pasok hingga fasilitas kemudahan berusaha.

Tahun 2045 seolah menjadi pertaruhan bagi semua aspek dan tidak terkecuali logistik. Program NLE harus dapat memiliki effort lebih kencang di masa mendatang. Dasar hukum atas hidupnya program ini juga harus diperkuat dan ditingkatkan sehingga tidak berhenti hanya sampai 2024.

Selain itu, penyelarasan perencanaan dan skema besar harus segera dilakukan agar tidak ada duplikasi perencanaan di internal pemerintahan itu sendiri. Bappenas RI dan para pihak yang terlibat dalam program NLE ini harus duduk bersama dan menyepakati langkah jauh ke depan agar bergerak seirama dan satu suara untuk mencegah takdir teknokratis yang dapat membuatnya layu sebelum berkembang.

Mengutip seorang filsuf sosial Jerman bernama Jurgen Habermas yang bicara bahwa masyarakat modern tidak hanya bergantung pada kemajuan teknologi, namun juga kemampuan untuk berpikir kolektif dan mengkritisi lingkungannya sendiri.

Dengan demikian, paradoks logistik yang mengemuka di awal tulisan ini akan terjawab. Melalui upaya penyelarasan program National Logistics Ecosystem (NLE) atas kontribusi rencana pembangunan republik ini dan menjadi aspek integral dan saling mendukung secara inklusif baik dalam tataran konstruktif dan kritis. Konstelasi program NLE dalam semesta logistik akan makin jelas dan terarah dan pada akhirnya bangsa ini bisa menggemakan kepada dunia terwujudnya cita-cita Indonesia Emas 2045.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper