Bisnis.com, JAKARTA - Pembahasan biaya haji atau biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1445H/2024 mulai mengerucut ke angka Rp93,4 juta.
Awalnya, Kementerian Agama (Kemenag) dalam usulannya sempat melontarkan angka Rp105 juta untuk BPIH 2024, lalu kembali mengusulkan sebesar Rp94,3 juta.
Usulan tersebut kemudian ditolak oleh Komisi VIII DPR RI dengan mengusulkan angka yang sedikit lebih rendah dari usulan terbaru Kemenag yakni Rp93,5 juta untuk BPIH 2024.
Setelah Kemenag dan Komisi VIII yang tergabung dalam panitia kerja (panja) BPIH 2024 melakukan serangkaian pembahasan dan kajian yang cukup alot, keduanya sepakat BPIH 2024 sebesar Rp93,4 juta.
Penyesuaian dilakukan pada sejumlah komponen pembiayaan seperti penerbangan, akomodasi di Makkah dan Madinah, serta konsumsi jemaah.
Misalnya, penerbangan pada usulan awal rerata sebesar Rp36,01 juta dipangkas menjadi Rp33,42 juta usai dibahas dalam panja. Akomodasi di Makkah dipangkas menjadi SAR4.230 dari usulan awal SAR6.653, dan akomodasi di Madinah dipangkas menjadi SAR1.325 dari semula SAR1.454.
Baca Juga
Penyesuaian biaya juga dilakukan pada konsumsi jemaah yang sebelumnya di patok sebesar SAR18,50 turun menjadi SAR16,50 untuk makan siang dan malam, serta SAR10,00 untuk sarapan.
Komponen yang sangat signifikan adalah kurs Dolar dan Riyal. Setelah dibahas bersama dengan ahli keuangan, panja menyepakati kurs Dolar yang awalnya diusulkan Rp16.000 menjadi Rp15.600, sedangkan kurs Riyal Saudi yang awalnya diusulkan Rp4.266,67 menjadi Rp4.160
Pemangkasan biaya juga dilakukan pada sejumlah komponen sehingga panja menyepakati rerata BPIH 2024 sebesar Rp93,4 juta.
Hasil kesepakatan ini selanjutnya akan dibawa dalam rapat kerja bersama Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas dan Komisi VIII DPR RI yang dijadwalkan berlangsung pada Senin (27/11/2023) pukul 13.00 WIB di Kompleks Parlemen.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menyampaikan, jika angka tersebut telah disepakati dalam rapat kerja, itu artinya ada selisih sekitar Rp3,4 juta dibandingkan BPIH 2023 yang sebesar Rp90,05 juta.
“Selisih tersebut terjadi karena adanya penyesuaian harga pada sejumlah komponen,” kata Hilman.
Pertama, adanya kenaikan biaya penerbangan dari semula Rp32,7 juta menjadi Rp33,4 juta. Kedua, penambahan layanan makan di Makkah. Pada 2024, jemaah sepenuhnya mendapat layanan konsumsi selama di Makkah sehingga totalnya mencapai 84 kali makan.
Sementara, di 2023, ada pemberhentian sementara layanan konsumsi pada sehari sebelum puncak haji dan dua hari setelah puncak haji.
Ketiga, selisih kurs Dolar dan Riyal, di mana kurs Dolar dan Riyal yang disepakati pada 2023 sebesar Rp15.150 dan Rp4.040. Sementara hasil pembahasan Panja BPIH 2024, disepakati kurs Dolar sebesar Rp15.600 dan kurs Riyal sebesar Rp4.160.
Keempat, kenaikan biaya premi asuransi. Hilman menyampaikan, premi asuransi hasil kesepakatan panja BPIH 2024 menjadi Rp175.000 per jemaah atau naik Rp50.000 dari premi asuransi tahun sebelumnya sebesar Rp125.000 per jemaah.
Komponen Bipih dan Nilai Manfaat
Meski telah menyepakati BPIH 2024 sebesar Rp93,4 juta, panja belum menentukan komposisi biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih dan nilai manfaat.
Sebagai informasi, Bipih merupakan sejumlah uang yang dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji, sedangkan nilai manfaat merupakan dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi.
Bipih sengaja belum ditetapkan di awal lantaran panja BPIH menunggu seberapa besar alokasi anggaran nilai manfaat yang disiapkan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Sebab, biaya yang ditanggung jemaah juga sangat tergantung pada nilai manfaat yang dialokasikan BPKH.
Mengenai komposisi ini, Komisi VIII mengusulkan agar Bipih yang harus dibayar jemaah dengan proporsi 60% dan 40% dari nilai manfaat. Dengan komposisi ini, jemaah diproyeksi membayar rata-rata Rp55 juta - Rp56 juta. Selebihnya, akan ditutupi dari nilai manfaat sebesar Rp38 juta.
“Usulan komposisi tersebut telah mempertimbangkan aspek keadilan dalam penggunaan nilai manfaat dana keuangan haji yang dikelola jemaah,” jelas Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily.
Merujuk beberapa tahun ke belakang, komposisi bipih dan nilai manfaat sepanjang 2010 hingga 2023 selalu mengalami perubahan.
Menurut data BPKH, pada 2010 biaya haji yang ditanggung jemaah haji sebesar Rp30,05 juta atau 87%, sedangkan nilai manfaatnya sebesar Rp4,45 juta atau 13% dari rata-rata BPIH 2010 sebesar Rp34,50 juta.
Di 2011, Bipih yang ditanggung sebesar 32,04 juta atau 81% dari BPIH 2011 Rp39,34 juta, di mana porsi nilai manfaat adalah 19%. Kemudian di 2012, tidak ada perubahan secara komposisi.
Adapun, BPIH 2012 sebesar Rp45,93 juta dengan komposisi Bipih sebesar Rp37,16 juta atau 81% dan nilai manfaat sebesar Rp8,77 juta atau 19%.
Penurunan komposisi Bipih sedikit mengalami penurunan pada 2013. BPKH melaporkan, komposisi Bipih sebesar Rp43 juta atau 75% dari BPIH 2013 Rp57,11 juta, sedangkan komposisi nilai manfaat sebesar Rp14,11 juta atau 25%.
Lalu di 2014, komposisi Bipih tercatat sebesar 68%, 2015 sebesar 61%, 2016 sebesar 58%, dan 2017 sebesar 56%. Komposisi Bipih dilaporkan stabil di 2018 dan 2019, di mana posisinya tercatat sebesar 51%.
Porsi Bipih pada 2022 kembali turun. Komponen Bipih sebesar Rp39,89 juta atau 41% dari BPIH 2022 sebesar Rp97,79 juta dan nilai manfaat sebesar Rp57,71 juta atau 59%.
Pada 2023, porsi Bipih meningkat. Kala itu, Komisi VIII dan Kemenag sepakat biaya yang dibayar langsung oleh jemaah haji rata-rata per jemaah sebesar Rp49,81 juta atau sebesar 55,3% dari BPIH 2023 Rp90,05 juta.
Sementara, biaya yang bersumber dari nilai manfaat keuangan haji rata-rata per jemaah sebesar Rp40,23 juta atau sebesar 44,7%.