Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APBN Defisit Pertama Kalinya pada 2023, Ini Rinciannya

Defisit APBN terjadi karena nilai belanja negara lebih tinggi dari pendapatan negara. Secara umum, APBN memang didesain defisit dari tahun ke tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN Kita edisi Oktober 2023./ Dok Youtube Kemenkeu RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN Kita edisi Oktober 2023./ Dok Youtube Kemenkeu RI

Bisnis.com, JAKARTA — APBN atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mencatatkan defisit untuk pertama kalinya pada tahun ini, yaitu senilai Rp700 miliar per Oktober 2023. 

Secara persentase, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan defisit sebesar 0,003% terhadap produk domestik bruto (PDB). Kondisi ini akibat kinerja pendapatan dan belanja pemerintah yang melewati titik seimbangnya pada periode ini. 

Tercatat, belanja negara hingga Oktober 2023 sejumlah Rp2.240,8 triliun. Sementara pendapatan yang masuk ke kas negara terkumpul senilai Rp2.240,1 triliun.

"Belanja negara hampir sama angkanya antara nominal pendapatan dan belanja negara, namun belanja negara baru 70,32% dari total pagu dalam UU APBN," ungkapnya dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi November 2023, Jumat (24/11/2023).

Sri Mulyani menjelaskan, pendapatan negara yang tumbuh sebesar 2,8% (year-on-year/yoy) tersebut berasal dari penerimaan pajak senilai Rp1.523,7 triliun atau 88,7% dari target pemerintah. 

Penerimaan negara yang bersumber dari bea dan cukai harus terkontraksi 13,6% pada periode ini dengan nilai Rp220,8 triliun. Hal ini akibat penurunan cukai dan bea keluar, meskipun bea masuk masih tercatat tumbuh positif. 

Dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP), Sri Mulyani cukup tersenyum lebar karena telah mencapai Rp494,2 triliun atau tembus 112% dari target. Utamanya dari kontribusi dan peningkatan pendapatan sumber daya alam nonmigas, dividen BUMN, dan BLU.

Sementara itu, kinerja belanja negara justru terkontraksi sebesar 4,7%. Sri Mulyani menjelaskan hal tersebut karena belanja pemerintah pusat dari non kementerian/lembaga lebih rendah untuk subsidi dan kompensasi energi.

Ani, sapaannya, memaparkan realisasi belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja K/L senilai Rp768,7 triliun dan belanja non K/L sejumlah Rp803,6 triliun. 

Belanja transfer ke daerah juga kontraksi sebesar 1,6% dengan nilai Rp668,5 triliun atau 82,1% dari pagu. 

Dengan demikian, keseimbangan primer positif surplus Rp365,4 triliun. Sementara total postur defisit Rp700 miliar atau 0,003% dari PDB.

Sementara kinerja pembiayaan anggaran justru turun signifikan dari periode yang sama tahun lalu, dari Rp441,1 triliun menjadi Rp168,5 triliun. 

"Itu turun drastis, drop 61,8%, dari tahun lalu di mana pembiayan anggaran mencapai Rp441 triliun," jelasnya.

Untuk sisa tahun ini, Sri Mulyani harus mengejar target belanja Rp3.061 triliun dalam dua bulan terakhir, yang baru terealisasi 73,2%.

"Makanya penting pada November Desember ini belanja pemerintah pusat akan semakin disisir untuk melihat apakah mereka bisa untuk merealisir seluruh alokasi yang sudah dipagukan di APBN," katanya.

Berikut rincian lengkap realisasi APBN 2023 hingga bulan Oktober:

Realisasi APBN per Oktober 2023. / dok. Kemenkeu
Realisasi APBN per Oktober 2023. / dok. Kemenkeu


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper