Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf menuturkan, pergantian nama Blok Warim menjadi Akimeugah dilakukan untuk menarik minat investor.
Nanang beralasan nama awal Warim belakangan dianggap terlalu sensitif untuk digunakan sebagai nama wilayah kerja (WK) migas.
Seperti diketahui, cekungan yang diproyeksikan memiliki potensi 25.968 juta barel minyak (MMBO) dan 47,27 triliun kaki kubik gas (Tcf) itu tumpang tindih dengan Taman Nasional Lorentz.
SKK Migas telah bersurat untuk meminta dispensasi atau pengecualian khusus pengembangan cekungan Warim sejak awal tahun ini. Hanya saja, izin tidak kunjung terbit dari otoritas lingkungan hidup.
“Yang sebenarnya dulu waktu itu kita studi eksplorasi kita namakan sebagai Blok Warim karena sensitif kita ganti saja,” kata Nanang kepada awak media di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Belakangan, Kementerian ESDM telah melelang pecahan cekungan Warim itu ke dalam dua WK eksplorasi baru, yakni Akimeugah I dan Akimeugah II, yang berada di daratan Papua Selatan dan Papua Pegunungan.
Baca Juga
Akimeugah I memiliki luasan konsesi mencapai 10.791,21 kilometer persegi dan Akiemugah II memiliki luasan sebesar 12.987,68 kilometer persegi. Kedua blok itu dilelang saat acara Indonesian Oil and Gas (IOG) ke-4 di Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Rabu (20/9/2023).
“Potensinya sama kita pakai Akimeugah I dan II supaya kita bisa menarik investor untuk bisa masuk ke situ,” kata Nanang.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pihaknya masih mengkaji ihwal permohonan dispensasi atau pengecualian khusus pengembangan Cekungan Warim di Papua yang disampaikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
“Kan ini wilayah konservasi, sudah pernah diusulkan, tapi belum formal oleh Pak [Kepala SKK Migas] Dwi,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar saat ditemui di Jakarta, Rabu (18/10/2023).
Siti mengatakan, potensi eksplorasi lanjutan pada Cekungan Warim masih perlu dibahas antarkementerian atau lembaga terkait lantaran blok prospektif yang tumpang tindih dengan taman nasional.
“Kan harus dibahas dulu, itu kawasan konservasi harus ada prosedurnya,” kata dia.