Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 33 dari 38 provinsi di Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi atau UMP 2024 per Kamis (23/11/2023).
Penetapan tersebut sejalan dengan dengan arahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan yang mewajibkan Gubernur se-Indonesia untuk mengumumkan UMP paling lambat 21 November. Penetapan UMP ini mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri menyampaikan bahwa secara nominal, kenaikan UMP 2024 terendah sebesar Rp35.750, sedangkan kenaikan tertinggi Rp223.280.
“Persentase [kenaikan UMP 2024] terendah 1,2%, tertinggi 7,5%,” kata Indah dalam Ngobrol Bareng Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker RI, di Kantor Kemenaker, Selasa (21/11/2023).
Berdasarkan data sementara yang dihimpun Bisnis, kenaikan UMP terbesar secara persentase berasal dari provinsi Maluku Utara dengan kenaikan sebesar 7,50%, disusul oleh DI Yogyakarta 7,27%, Jawa Timur 6,13%, dan Sulawesi Tengah 5,28%.
Sementara itu, kenaikan UMP terendah terjadi di Provinsi Gorontalo 1,19%, disusul oleh Aceh 1,28%, dan Sulawesi Barat 1,5%.
Baca Juga
Merujuk pada PP No.51/2023, provinsi baru seperti Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan masih mengikuti penetapan UMP 2024 dari provinsi induk.
Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan masih mengikuti penetapan UMP 2024 dari provinsi Papua, sedangkan Papua Barat Daya mengikuti penetapan dari provinsi Papua Barat.
“Penetapan UMP pertama kali sebesar nilai UMP induk,” bunyi beleid itu.
Pemerintah provinsi yang melapor lebih dari batas waktu yang ditetapkan dan tidak menetapkan UMP sesuai PP No.51/2023, bakal dilaporkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk kemudian ditindaklanjuti.
“Sanksi bukan dari Kemenaker, tapi kita laporkan ke Kemendagri,” ujar Indah.
Berikut daftar lengkap kenaikan UMP 2024 di 38 Provinsi:
-
Aceh - 1,38% (Rp3,46 juta)
-
Sumatra Utara - 3,67% (Rp2,80 juta)
-
Sumatra Barat - 2,52% (Rp2,81 juta)
-
Bangka Belitung - 4,06% (Rp3,64 juta)
-
Kepulauan Riau - 3,76% (Rp3,4 juta)
-
Riau - 3,22% (Rp3,29 juta)
-
Jambi - 3,2% (Rp3,03 juta)
-
Bengkulu - 3,38% (Rp2,50 juta)
-
Sumatra Selatan - 1,55% (Rp3,45 juta)
-
Lampung - 3,16% (Rp2,71 juta)
-
Banten - 2,5% (Rp2,72 juta)
-
DKI Jakarta - 3,6% (Rp5,06 juta)
-
Jawa Barat - 3,57% (Rp2,05 juta)
-
Jawa Tengah - 4,02% (Rp2,03 juta)
-
DI Yogyakarta - 7,27% (Rp2,12 juta)
-
Jawa Timur - 6,13% (Rp2,16 juta)
-
Bali - 3,68% (Rp2,81 juta)
-
NTB - 3,06% (Rp2,44 juta)
-
NTT - 2,96% (Rp2,18 juta)
-
Kalimantan Barat - 3,6% (Rp2,70 juta)
-
Kalimantan Selatan - 4,22% (Rp3,28 juta)
-
Kalimantan Tengah - menunggu putusan resmi
-
Kalimantan Timur - 6,20% (Rp3,36 juta)
-
Kalimantan Utara - menunggu putusan resmi
-
Gorontalo - 1,19% (Rp3,02 juta)
-
Sulawesi Utara - 1,67% (Rp3,54 juta)
-
Sulawesi Tengah - 5,28% (Rp2,73 juta)
-
Sulawesi Tenggara - 4,6% (Rp2,88 juta)
-
Sulawesi Selatan - 1,45% (Rp3,4 juta)
-
Sulawesi Barat - 1,5% (Rp2,91 juta)
-
Maluku - menunggu putusan resmi
-
Maluku Utara - 7,50% (Rp3,2 juta)
-
Papua - 4,14% (Rp4,02 juta)
-
Papua Barat - menunggu putusan resmi
-
Papua Tengah - 4,14% (Rp4,02 juta)
-
Papua Pegunungan - 4,14% (Rp4,02 juta)
-
Papua Selatan - 4,14% (Rp4,02 juta)
-
Papua Barat Daya - menunggu putusan resmi