Bisnis.com, JAKARTA- Para buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP sebesar 15%, kenyataannya berbagai daerah menetapkan besaran jauh di bawah kisaran tersebut. Sebaliknya, pihak pengusaha mengaku belum tentu sanggup memenuhi ketentuan kenaikan UMP 2024.
Berdasarkan keterangan Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemenaker, hingga Selasa (21/11/2023) sore, sebanyak 26 dari 38 provinsi telah menyerahkan salinan penetapan UMP 2024. Dari seluruh provinsi, terdapat tingkat kenaikan UMP 2024 tertinggi sebesar 7,5%, terendah 1,2%.
Besaran kenaikan UMP 2024 di berbagai provinsi itupun jauh dari tuntutan Serikat Buruh sekitar 15%, tetapi mendekati kemauan para pengusaha. Bahkan, dengan besaran tersebut saja, para pelaku usaha di beberapa sektor masih merasa keberatan.
Alasan mereka, kondisi permintaan domestik dan ekspor yang lesu membuat roda produksi tertahan. Bahkan, untuk beberapa industri padat karya, diperkirakan tren Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal masih berlanjut hingga tahun depan.
Sebagaimana laporan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), terdapat sektor industri pengolahan yang dalam 6 bulan terakhir perlu diwaspadai dampaknya terhadap efisiensi produksi dan gelombang PHK.
Beberapa subsektor industri yang mengalami pertumbuhan negatif sejak Januari 2023 yakni industri tekstil dan pakaian jadi yang terkontraksi -2,72%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki turun 2,96%, industri karet, barang dari karet dan plastik turun 4,34% dan industri furniture turun -2,59%.
Baca Juga
Karena itu, pelaku usaha di industri pengolahan, mulai dari industri keramik hingga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merespons penetapan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024.
Penetapan UMP dilakukan merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan. Beleid ini memastikan bahwa UMP 2024 akan naik.
Ketua Umum Asoasisi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengatakan akan mengikuti kebijakan yang berlaku. Kendati demikian, dia meminta penetapan UMP dilakukan dengan berbagai pertimbangan.
"Upah minimum sebaiknya pertimbangkan kondisi riil yang agak menurun dan outlook ekonomi 2024, serta dinamika politik jelang pemilu," kata Yustinus, Selasa (21/11/2023).
Dalam hal ini, dia menuntut pemerintah daerah untuk memperhatikan kondisi industri di wilayah masing-masing. Selain itu, Yustinus berharap kenaikan UMP tidak dilandaskan kepentingan politik. "Sangat diharapkan pemerintah dapat menjaga suasana tetap kondusif dengan penetapan upah yang realistis," tuturnya.
Terlebih, AKLP memproyeksi pertumbuhan kinerja industri kaca masih melemah seiring lesunya permintaan. Hal ini pun tercermin dari penurunan impor bahan baku kaca yang turun 7% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023.
Di samping itu, Yustinus menyebutkan saat ini utilitas industri kaca stagnan sejak penggunaan harga gas bumi tertentu (HGBT) belum optimal. Hal ini berpnegaruh pada utilitas industri kaca. Tekanan kenaikan UMP dan HGBT menjadi hal berat bagi industri tersebut.
Di sisi lain, industri TPT mengaku semakin tertekan dengan penetapan UMP 2024 yang mengalami kenaikan. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indnesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan kinerja industri yang masih terus terkontraksi hingga kini membuat kenaikan upah tidak dapat dilakukan.
Redma menyebutkan bahwa berkenaan dengan upah di TPT, antara pengusaha dan karyawan telah memahami kondisi tersebut dan dampaknya terhadap pendapatan yang tersendat. "Upah naik berapapun sampai minggu ini karyawan yang dirumahkan masih di atas 100.000-an, belum termasuk yang di PHK, putus kontrak dan pengurangan jam kerja," kata Redma, dihubungi terpisah.
Sepanjang 2023, Redma menyampaikan bahwa kinerja industri TPT masih negatif hingga akhir kuartal keempat. Bahkan, untuk 2024 pun pihaknya belum melihat titik terang. Meski, pemerintah telah memberikan kebijakan untuk melindungi industri, seperti pembatasan impor, namun hal tersebut dinilai belum dapat berjalan optimal.
Sebaliknya, Serikat Buruh tetap berkeras bahwa tuntutan kenaikan UMP 2024 sebesar 15% didasari berbagai pertimbangan. Apalagi, sewaktu kenaikan UMP 2024 ditahan, pemerintah malah mengerek gaji Pegawai Negara Sipil atau PNS mencapai 8%.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan bahwa saat ini upah tidak sebanding dengan meningkatnya biaya hidup, kesenjangan sosial, dan ekonomi saat ini.
Dirinya turut membandingkan dengan upah ASN yang naik sebesar 8% yang rata dan berlaku di seluruh Indonesia. “PNS dan TNI/Polri saja sudah diumumkan kenaikan upahnya 8% - 12%, masa kenaikan upah buruh lebih rendah. Kami setuju dan mendukung kenaikan upah PNS dan TNI/Polri, tetapi kami menuntut upah buruh di atas PNS,” ujarnya.