Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) kembali mengungkap ancaman terhadap industri plastik atas rencana pemerintah untuk memberlakukan cukai plastik pada 2024. Pasalnya, kebijakan ini dinilai dapat mengganggu iklim usaha industri plastik.
Adapun, rencana pengenaan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) telah dirancang pemerintah sejak 2016. Namun, hingga 2023 rencana tersebut belum terealisasikan, seiring dengan dipangkasnya target penerimaan negara 2023 dari cukai plastik dan MBDK menjadi Rp0.
Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiyono mengatakan pemberlakuan cukai plastik tidak dapat menjadi solusi untuk mengurangi penggunaan plastik. Menurutnya, yang semestinya diperbaiki yakni manajemen pengelolaan sampah.
"Implementasinya susah sekali, dalam aturan mainnya itu bagaimana cara menerapkannya? Satu mesin plastik itu dipakai untuk berbagai jenis dan ukuran, tetapi yang dikenakan ini kan plastik sekali pakai," kata Fajar kepada Bisnis, dikutip Kamis (16/11/2023).
Fajar menuturkan cukai plastik justru menjadi tantangan baru bagi industri untuk mengatur ulang kategorisasi permesinan. Bahkan, industri plastik terancam untuk mengeluarkan cost lebih tinggi dengan modal mesin baru.
Sebab, mesin yang memproduksi plastik sekali pakai juga digunakan untuk produksi plastik lainnya. Dia mencontohkan, mesin produksi polybag untuk pertanian yang juga digunakan untuk memproduksi shopping bag.
Baca Juga
"Dari aturan mainnya itu harus dipisahkan mesinnya, nah dipisahinnya bagaimana? Saatu mesin itu dipakai untuk produksi macam-macam, itu sama aja kita disuruh beli mesin baru, bikin ruangan baru, sama aja bikin pabrik baru," ujarnya.
Menurut Fajar, cukai dapat memicu peningkatan ongkos produksi. Dengan kondisi tersebut, pelaku usaha diprediksi akan lebih memilih untuk impor produk plastik, alhasil tenaga kerja industri akan terpangkas.
Di sisi lain, pihaknya juga mengkhawatirkan adanya indikasi persaingan usaha dikarenakan adanya jenis plastik yang tidak dikenakan cukai.
"Tetapi itu kan nggak bisa menggantikan keseluruhan pemakaian plastik yang dikenakan cukai tadi. Jadi ada persaingan yang tidak sehat dengan plastik yang non konvensional. Kita juga sampaikan juga ke arah situ indikasinya," tuturnya.
Lebih lanjut, Fajar mendukung upaya pemerintah untuk mendukung pengurangan plastik, namun tidak dengan pengenaan cukai. Menurut dia, pengurangan plastik dapat dikelola dengan optimalisasi industri recycle yang saat ini masih di bawah kapasitas.
"Artinya, itu biar tantangan kita bersama untuk menyelesaikan perbaikan manajemen sampah plastik itu bukan dengan cukai plastik, itu salah tujuan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani pun menyatakan bahwa penerapan cukai plastik dan MDBK baru akan dilakukan pada 2024.
"Kami mengarahkan ke 2024, sebab implementasi dari pada ekspansi cukai minuman berpemanis dan juga rencananya plastik berbasis pada beberapa aspek," ujarnya beberapa waktu lalu.