Bisnis.com, JAKARTA - Polemik utang rafaksi minyak goreng pemerintah kepada pengusaha ritel mulai memasuki babak baru. Setelah menggantung hampir 2 tahun, teranyar, pelaku usaha ritel dengan dukungan sejumlah produsen minyak sawit yang terdampak bakal membawa persoalan tersebut ke ranah hukum.
"Kami mendapat dukungan dari produsen, sudah ada 4-5 produsen. Jadi kami mau melangkah, kami pakai panglima [jalur] hukum," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, Rabu (15/11/2023).
Roy berujar, 31 perusahaan ritel anggota Aprindo bersama sejumlah produsen tengah dalam pembahasan untuk menentukan jalur hukum yang akan digunakan. Apakah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau ke pihak kepolisian.
"Apakah kita melaporkan kepada Mabes Polri, apakah kita somasi dengan gugat ke PTUN. Ini lagi dibicarakan antara kuasa hukum [peritel dan produsen]," beber Roy.
Roy menegaskan bahwa membawa polemik utang pemerintah yang tak kunjung dibayar itu sudah menjadi keputusan akhir yang terpaksa mereka lakukan. Musababnya, para pengusaha ritel yang menjadi korban tunggakan utang pemerintah dalam aturan rafaksi minyak goreng (Permendag No. 3/2022) memandang tidak ada niatan Menteri Perdagangan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Selain itu, para produsen, kata Roy juga mengalami kerugian saat menjalankan kewajiban Permendag tersebut. Pasalnya, saat kebijakan itu berlaku mereka juga diminta untuk melakukan penjualan minyak goreng di bawah harga pasar.
Baca Juga
Padahal, menurut Roy, pihak Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sebagai pemilik anggaran rafaksi minyak goreng justru sering mempertanyakan kapan utang rafaksi tersebut bisa mereka bayarkan.
BPDPKS selama ini terus menunggu laporan jumlah tagihan hasil audit dari Kemendag. Namun, sejauh ini persoalan perbedaan klaim data menjadi alibi Kemendag dalam menahan pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Adapun total piutang rafaksi minyak goreng yang diklaim 31 perusahaan ritel di bawah naungan Aprindo kepada pemerintah mencapai Rp344 miliar. Sedangkan hasil verifikasi surveyor independen yakni PT Sucofindo mencatat total klaim rafaksi minyak goreng sebesar Rp474,8 miliar atau 58,43% dari total nilai yang diajukan oleh 54 pelaku usaha termasuk produsen sebesar Rp812,72 miliar.
Roy menambahkan, upaya mereka membawa polemik utang rafaksi minyak goreng pemerintah ini ke jalur hukum akan dilakukan dalam waktu dekat. Dia memastikan laporan mereka akan masuk ke aparat penegak hukum (APH) sebelum tahun ini berakhir.
"Karena kami tidak dapat kepastian. Ini [jalur hukum] menjadi langkah konkrit yang akan kami lakukan untuk hak kami," ucapnya.