Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utang Minyak Goreng Belum Dibayar, Ritel Tak Bisa Buka Gerai Baru

Aprindo menyebut perusahaan ritel tidak bisa membuka gerai baru usai utang rafaksi minyak goreng belum dibayar oleh pemerintah.
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut rencana ekspansi sejumlah ritel untuk membuka gerai baru di Indonesia tertahan atau belum terealisasi gara-gara utang minyak goreng belum dibayar oleh pemerintah.

Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyebut pemerintah tak kunjung membayar selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng yang sudah berjalan hampir dua tahun ini.

“Rencana kami untuk berkembang menggunakan uang modal, berkembang untuk buka toko retail baru di berbagai provinsi, itu kan tertahan. Karena masih ada dana yang di pemerintah yang belum dibayarkan kepada kami,” katanya saat ditemui di JIExpo, dikutip Rabu (15/11/2023).

“Ditambah lagi dengan rafaksi ini yang sudah berapa lama? Rugi net price and value kan? Nilai uangnya kan sudah turun. Sudah setahun lebih kan?” tambahnya.

Peritel sebetulnya sudah mengalami kerugian ketika pemerintah membujuk peritel untuk menjalankan kebijakan satu harga. Roy mengungkapkan, kala itu peritel sudah terlanjur membeli minyak goreng dari produsen sebesar Rp19.000 hingga Rp20.000 per liter.

Lalu, melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 1/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS, pemerintah mewajibkan pengecer untuk menjual minyak goreng satu harga, yakni sebesar Rp14.000 per liter.

“Belinya Rp19.000-Rp20.000. Dihargai sama pemerintah Rp17.260. Berarti pemerintah hanya menanggung Rp3.260. Dijual Rp14.000. Jadi awalnya saja waktu kita dibujuk untuk menjalankannya, kita sudah rugi sebenarnya,” jelasnya.

Adapun produsen bersama peritel tengah berproses untuk membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Roy mengatakan, baik dari pelaporan kepada pihak berwenang hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan dilakukan secara paralel.

Roy menegaskan, peritel kini tak lagi mempersoalkan selisih harga jual, melainkan memperjuangkan haknya yang tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.

“Peritel dan produsen bersatu untuk memperjuangkan hak rafaksi yang belum diselesaikan oleh Menteri Perdagangan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper