Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut rencana ekspansi sejumlah ritel untuk membuka gerai baru di Indonesia tertahan atau belum terealisasi gara-gara utang minyak goreng belum dibayar oleh pemerintah.
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey menyebut pemerintah tak kunjung membayar selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng yang sudah berjalan hampir dua tahun ini.
“Rencana kami untuk berkembang menggunakan uang modal, berkembang untuk buka toko retail baru di berbagai provinsi, itu kan tertahan. Karena masih ada dana yang di pemerintah yang belum dibayarkan kepada kami,” katanya saat ditemui di JIExpo, dikutip Rabu (15/11/2023).
“Ditambah lagi dengan rafaksi ini yang sudah berapa lama? Rugi net price and value kan? Nilai uangnya kan sudah turun. Sudah setahun lebih kan?” tambahnya.
Peritel sebetulnya sudah mengalami kerugian ketika pemerintah membujuk peritel untuk menjalankan kebijakan satu harga. Roy mengungkapkan, kala itu peritel sudah terlanjur membeli minyak goreng dari produsen sebesar Rp19.000 hingga Rp20.000 per liter.
Lalu, melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 1/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS, pemerintah mewajibkan pengecer untuk menjual minyak goreng satu harga, yakni sebesar Rp14.000 per liter.
Baca Juga
“Belinya Rp19.000-Rp20.000. Dihargai sama pemerintah Rp17.260. Berarti pemerintah hanya menanggung Rp3.260. Dijual Rp14.000. Jadi awalnya saja waktu kita dibujuk untuk menjalankannya, kita sudah rugi sebenarnya,” jelasnya.
Adapun produsen bersama peritel tengah berproses untuk membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Roy mengatakan, baik dari pelaporan kepada pihak berwenang hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan dilakukan secara paralel.
Roy menegaskan, peritel kini tak lagi mempersoalkan selisih harga jual, melainkan memperjuangkan haknya yang tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.
“Peritel dan produsen bersatu untuk memperjuangkan hak rafaksi yang belum diselesaikan oleh Menteri Perdagangan,” tegasnya.