Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berharap Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan dapat merilis hasil perhitungan dari PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) terkait selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey mengatakan, peritel dan produsen minyak goreng telah bersatu untuk memperjuangkan rafaksi minyak goreng yang tak kunjung dibayar.
“Rafaksi ini berbicara hak dari pelaku usaha yang masih ditahan. Rafaksi bukan uang APBN, bukan uang Kementerian Perdagangan. Rafaksi adalah uang pelaku usaha swasta, CPO, yang memberikan US$50 per metrik ton ketika kelapa sawitnya diekspor,” kata Roy kepada Bisnis, dikutip Kamis (16/11/2023).
Dia menegaskan, uang yang tertahan tersebut merupakan uang yang dikelola oleh BPDPKS dan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.1/2023 dan Permendag No.2/2023 sudah dialokasikan untuk pelaku usaha yang telah ditetapkan sebagai pelaku usaha penyediaan.
Menurut BPDPKS, kata Roy, dana tersebut sudah tersedia dan belum berubah. Oleh karena itu, menurutnya, pendanaan tidak menjadi masalah, kecuali jika dana tersebut sudah terpakai atau tidak ada.
“Jadi kami melihat tinggal satu faktor saja, ketulusan, keikhlasan, dan kerelaan dari Menteri Perdagangan dalam merilis perhitungan yang menurut Sucofindo berbeda dengan peritel, kepada BPDPKS,” ujarnya.
Baca Juga
Jika Zulhas sudah memberikan hasil perhitungan Sucofindo ke BPDPKS, maka BPDPKS akan membayar rafaksi ke produsen.
Roy mengaku, para peritel kini tak lagi mempersoalkan selisih hasil perhitungan antara Sucofindo dan pelaku usaha. Peritel hanya ingin agar hak mereka segera dipenuhi.
Saat ini, baik peritel maupun produsen, tengah berproses untuk membawa masalah tersebut ke ranah hukum. Roy mengatakan, baik dari pelaporan kepada pihak berwenang hingga gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) akan dilakukan secara paralel.