Bisnis.com, JAKARTA - Negeri Paman Sam tertarik untuk membantu perekonomian China yang sedang mengalami kesulitan, namun bukan dengan mengorbankan kekayaan intelektual Amerika Serikat (AS).
Hal tersebut diungkapkan oleh Presiden AS Joe Biden, sebelum melakukan pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping, sesaat sebelum berangkat ke San Fransisco kepada wartawan pada Selasa (14/11/2023) waktu setempat.
“Apa yang kami coba lakukan adalah mengubah hubungan menjadi lebih baik,” jelasnya, yang dia juga yakin bahwa masyarakat China kini sedang menghadapi kesulitan secara ekonomi, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (15/11).
Biden menuturkan bahwa jika rata-rata masyarakat China bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak, maka hal tersebut dinilai dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Namun, Biden menekankan bahwa dia tidak akan mempertahankan posisi di mana jika ada keinginan untuk berinvestasi di China, maka semua rahasia dagang AS harus diserahkan.
Orang nomor satu di AS tersebut sering mengkritik China dalam beberapa bulan terakhir, seperti menggambarkan perekonomian Negeri Tirai Bambu sebagai bom waktu dan mencatat penurunan PDB dan populasi yang menua.
Baca Juga
Menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data bank sentral, kepemilikan asing atas saham dan utang negara itu turun sekitar 1,37 triliun yuan, atau 17%, dari puncaknya pada Desember 2021 hingga akhir Juni 2023.
Namun, perdagangan bilateral antara AS dan China berjumlah hampir US$760 miliar pada tahun 2022, sementara nilai investasi pada aset fisik dan keuangan mencapai US$1,8 triliun.
Pada Selasa (14/11) Biden juga mengatakan bahwa AS tidak berusaha memisahkan diri dari China. Sang Presiden berharap perundingan akan menghasilkan peluang untuk menormalkan hubungan, layaknya mengangkat telepon dan berbicara satu sama lain.
Adapun, dia juga berharap kedua negara dapat mencapai kesepakatan tentang komunikasi militer-ke-militer.
China sendiri menangguhkan sepasang saluran diplomatik, yang memungkinkan komunikasi antara operator kapal dan pesawat, dan yang lainnya adalah serangkaian pertemuan koordinasi rutin antara pejabat senior militer, yakni antara kedua negara pada 2022 sebagai protes atas kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan.