Bisnis.com, JAKARTA - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) kembali menyerukan transparansi yang lebih besar dalam cara China menjalankan kebijakan nilai tukar yuan.
Dalam laporan valuta asing semi-tahunan yang dirilis pada Selasa (7/11/2023), yang mencakup mencakup empat kuartal hingga Juni 2023, Departemen Keuangan menyerukan hal tersebut dan pihaknya memantau China, bersama lima mitra dagang utama lainnya mengenai praktik mata uangnya.
“Kegagalan China untuk mempublikasikan intervensi valuta asing dan kurangnya transparansi seputar fitur-fitur utama mekanisme nilai tukarnya menjadikan Tiongkok sebagai negara yang berbeda,” jelas laporan Departemen Keuangan, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (8/11).
Pengumuman ini muncul dua hari sebelum Menteri Keuangan Janet Yellen bertemu dengan Wakil Perdana Menteri He Lifeng. Adapun, pertemuan kedua pihak tersebut dilakukan untuk mengembalikan dialog ekonomi tingkat tinggi.
Seorang pejabat senior menjelaskan bahwa para pejabat Departemen Keuangan bertujuan mengungkapkan keprihatinan tentang kurangnya transparansi dalam pengelolaan mata uang China dan kebijakan moneter dalam beberapa minggu mendatang.
Laporan yang diamanatkan oleh Kongres AS ini dirancang untuk menekan mitra dagang yang dianggap secara artifisial menekan mata uangnya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Baca Juga
Namun, dolar AS telah naik dalam beberapa bulan terakhir seiring dengan imbal hasil obligasi AS. Hal ini menyebabkan banyak negara mengambil langkah untuk memperkuat nilai tukar mereka.
China sendiri adalah salah satu dari enam yang ada dalam daftar pemantauan Departemen Keuangan, yang merupakan mitra dagang besar yang dinilai pantas mendapat perhatian lebih dalam praktik mata uang dan kebijakan makroekonomi mereka.
Negara-negara lain yang masuk dalam daftar adalah Jerman, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Vietnam.
Menurut analisis yang dikumpulkan oleh Bloomberg, cengkeraman China terhadap yuan telah mencapai tingkat yang belum pernah terlihat selama lebih dari satu dekade dalam nilai tukar hariannya.
Bank sentral China yakni PBOC telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencoba menstabilkan yuan, yang telah jatuh ke level terendah dalam 16 tahun terhadap dolar AS.
Adapun, kurangnya transparansi dan penggunaan beragam alat China mempersulit Departemen Keuangan AS untuk menilai sejauh mana tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak berwenang dan bank-bank milik negara dirancang untuk mempengaruhi nilai tukar.
"Departemen Keuangan akan terus memantau dengan seksama penggunaan manajemen nilai tukar, aliran modal, dan langkah-langkah regulasi oleh China serta potensi dampaknya terhadap nilai tukar," jelas departemen tersebut.