Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri mengungkapkan dirinya sudah memprediksi melemahnya ekonomi Indonesia pada kuartal III/2023, sebesar 4,94% (year-on-year/yoy).
Dalam sebuah kesempatan, pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) tersebut menyampaikan pelemahan ekonomi yang akan mulai pada kuartal ketiga ini akan berlanjut hingga tahun depan atau 2024.
“Data menunjukkan itu, fiskal kita masih mengalami surplus, ada risiko pertumbuhan ekonomi akan melambat di kuartal III/2023 dan tahun 2024. Itu sebabnya perlu percepatan realisasi belanja pemerintah. Namun, saya tak melilhat risiko resesi,” ujarnya, dikutip Senin (6/11/2023).
Melihat data Badan Pusat Statisik (BPS), kondisi fiskal memang masih mencatatkan surplus, namun kinerja ekspor dan impor mengalami kontraksi sepanjang kuartal III/2023, yang masing-masing sebesar -4,26% dan -6,18%.
Sementara itu, Chatib menilai bahwa ekonomi Indonesia masih cukup resilien kedepannya, meski diprediksi akan lebih rendah dari target Joko Widodo (Jokowi) sebesar 5,2% pada 2024.
“Ekonomi Indonesia masih akan tumbuh relatif kuat walau mungkin akan lebih rendah dari 5,2%,” lanjutnya.
Baca Juga
Sementara untuk konsumsi pemerintah, pada kuartal ini tercatat anjlok menjadi -3,76% (yoy) setelah pada kuartal sebelumnya tumbuh 10,62%.
“Saya selalu mengatakan bahwa jika ekonom bisa memprediksi pertumbuhan ekonomi dengan baik, itu karena ‘kebeneran’ bukan kebenaran,” cuitnya.
Sebelumnya, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan bahwa seluruh lapangan usaha pada kuartal III/2023 tercatat tumbuh positif serta didorong oleh dimulainya kegiatan Pemilu 2024.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2023 didorong oleh peningkatan aktivitas produksi, mobilitas masyarakat, kunjungan wisatawan mancanegara, terselenggaranya beberapa acara nasional dan internasional, serta dimulainya kegiatan politik menjelang Pemilu 2024," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (6/11/2023).
Sementara untuk sisa kuartal terakhir, pemerintah mulai menggelontorkan kebijakan fiskal, seperti insentif pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP) sektor perumahan dan bantuan sosial bagi keluarga penerima manfaat (KPM).