Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Dunia Ungkap Geopolitik jadi Tantangan Utama Ekonomi Global

Presiden Bank Dunia Ajay Banga menuturkan sejumlah tantangan perekonomian global ke depan, termasuk geopolitik.
Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga./ Reuters
Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga./ Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Bank Dunia (World Bank) Ajay Banga menuturkan bahwa ketegangan geopolitik semakin meningkat sehingga dapat menjadi ancaman terbesar bagi perekonomian dunia. 

Banga, dalam acara di Future Investment Initiative (FII) tahunan di Riyadh pada Selasa (24/10/23) menuturkan bahwa ketegangan geopolitik semakin meningkat akibat adanya konflik di Timur Tengah. 

Dia juga menyebut soal suku bunga obligasi Amerika Serikat (AS) bertenor 10 tahun yang kemarin sempat melewati di atas 5% pada Senin (23/10).

“Suku bunga obligasi AS dengan tenor 10 tahun baru saja singgah sebentar di atas 5% kemarin, ini adalah area yang belum kita lihat,” terangnya merujuk pada kenaikan patokan pinjaman di seluruh dunia yang mengancam perlambatan ekonomi, seperti dikutip dari ReutersSelasa (24/10) 

Tak hanya membahas soal obligasi AS, Banga juga mengatakan bahwa pandemi juga dapat menjadi ancaman di masa depan. 

Banga menuturkan bahwa banyak yang terjadi di dunia dan geopolitik dalam perang, seperti konflik di Israel dan Gaza yang baru saja terjadi. 

Kemudian, jika semua risiko ini digabungkan, Banga menuturkan bahwa dampak terhadap pembangunan ekonomi bisa menjadi lebih serius.  

Risiko sendiri juga dinilai cenderung berpindah-pindah. Oleh karena ini, maka Banga kini akan sangat berhati-hati untuk terpaku pada satu hal dan mengabaikan hal yang lain.  

“Saya pikir kita berada di persimpangan yang sangat berbahaya,” jelas Banga mengatakan bahwa meskipun selurunya di dunia terlihat lebih baik daripada yang diharapkan pada beberapa waktu lalu. 

Di samping itu, Banga juga menjelaskan bahwa investasi sektor swasta diperlukan di negara-negara berkembang. Namun risiko politik di beberapa negara juga tetap menjadi hambatan. 

"Satu triliun dolar dibutuhkan hanya untuk energi terbarukan di pasar-pasar negara berkembang. Tidak ada cukup uang di kas pemerintah atau bahkan di bank-bank pembangunan multilateral, kita perlu melibatkan sektor swasta dengan modal mereka," jelas Banga, menuturkan bahwa hal tersebut menjadi tugas terbesar yang akan dihadapi di masa depan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper