Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Peringatkan Fenomena Higher for Longer, Apa Itu?

Bank Indonesia (BI) mengingatkan risiko higher for longer lantaran ekonomi global tengah bergejolak.
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).
Karyawan melintas di dekat logo Bank Indonesia di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mengingatkan risiko tingkat suku bunga global yang bertahan pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama atau yang disebut dengan fenomena higher for longer.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyampaikan bahwa terjadinya fenomena tersebut disebabkan oleh volatilitas ekonomi global yang semakin meningkat, terutama karena adanya tensi geopolitik di Timur Tengah.

“Jika kita lihat apa yang terjadi di perekonomian global, tentu kita tidak bisa bernapas dengan lega. Belum selesai kita dihadapkan dengan krisis perang Rusia-Ukraina, kita dikejutkan kembali dengan krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina,” katanya dalam acara Peluncuran Buku KSK No. 41, Senin (23/10/2023).

Juda mengatakan ketegangan geopolitik yang masih berlangsung menyebabkan terus berlanjutnya kenaikan harga pangan dan energi, sehingga memicu tetap tingginya laju inflasi global.

Kondisi ini pun harus direspons dengan kebijakan moneter, termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. 

“Yang kemudian mendorong tetap tingginya suku bunga di Amerika, di global, higher for longer, apalagi Amerika sekarang lagi membutuhkan pendanaan termasuk untuk perang,” katanya.

Berbagai risiko tersebut, kata Juda, telah direspons oleh BI dengan menaikkan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur terakhir, sebesar 25 basis poin menjadi 6%.

Pasalnya, gejolak di global telah merembet ke pasar keuangan domestik, memberikan tekanan pada arus modal dan pelemahan nilai tukar rupiah.

“Tadi karena yield di Amerika meningkat, sehingga terjadi penguatan dolar AS, dolarnya menguat sehingga mata uang negara lain, baik di negara maju maupun emerging markets, termasuk Indonesia mengalami volatilitas yang sangat tinggi. Ini  tentu saja menjadi tantangan bagi kita dalam menjaga stabilitas makro ekonomi maupun stabilitas sistem keuangan,” jelasnya.

Juda menambahkan, dalam hal ini, kebijakan BI akan tetap diarahkan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, tapi dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

“Kebijakan moneter tetap diarahkan pro-stability, untuk mengendalikan inflasi dan dalam menghadapi gejolak eksternal,” katanya.

Inovasi di sisi kebijakan moneter, imbuhnya, akan terus dilakukan untuk memperdalam pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas dari upaya pengendalian moneter, seperti penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta instrumen baru yang akan diterbitkan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper