Bisnis.com, JAKARTA – Exxon Mobil Corporation sepakat mengakuisisi seluruh saham pesaingnya dari Amerika Serikat (AS), Pioneer Natural Resources, senilai US$59,5 miliar atau Rp933 triliun (Rp15.693/US$). Kesepakatan ini menjadikan Exxon sebagai pemilik ladang minyak terbesar di AS dan mengamankan produksi berbiaya rendah selama satu dekade.
Melansir Reuters, Rabu (11/10/2023), akuisisi ini menggabungkan perusahaan minyak terbesar di AS dengan salah satu perusahan paling sukses dari revolusi minyak shale, yang mengubah AS menjadi produsen minyak terbesar di dunia dalam waktu kurang dari satu dekade.
CEO ExxonMobil Darren Woods mengatakan bahwa akuisisi ini memberikan peluang besar untuk sinergi di antara kedua perusahaan tersebut.
"Pada dasarnya kami menyelesaikan kesepakatan ini dengan cukup cepat, dan mulai berbicara tentang sifat saling melengkapi dari kedua bisnis kami," uingkap Woods setelah melakukan pendekatan dengan CEO Pioneer Scott Sheffield dua pekan lalu.
Dengan akuisisi ini, produksi minyak dan gas perusahaan di AS berpotensi naik 700.000 barrel of oil equivalent per day (boepd) dalam waktu empat tahun setelah kesepakatan selesai menjadi 2 juta boepd.
ExxonMobil mengatakan kesepakatan ini juga diperkirakan mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan produksi minyak per sumur dengan menggabungkan teknologi perusahaan dengan biaya operasi Pioneer yang lebih rendah.
Baca Juga
Akuisisi ini setara dengan US$253 per saham Pioneer pada penutupan perdagangan 5 Oktober 2023. Nilai akuisisi per saham ini lebih tinggi 9 persen dari harga rata-rata saham Pioneer selama 30 hari sebelum 5 Oktober, ketika laporan-laporan mengenai rencana akuisisi muncul.
Saham Pioneer naik 0,6 persen ke level US$238,80 pada perdagangan Rabu. Adapun saham Exxon turun 4,4 persen.
Kesepakatan yang diperkirakan akan selesai pada awal 2024 akan membuat empat perusahaan minyak terbesar di AS menguasai sebagian besar ladang minyak shale di Permian Basin dan infrastrukturnya.
Woods mengatakan bahwa ia memperkirakan tidak akan ada gugatan antimonopoli dalam menyelesaikan kesepakatan ini.
"Pangsa pasar dari kombinasi ini tampaknya berada di bawah ambang batas yang biasanya memerlukan tindakan," analis RBC Capital Markets Scott Hanold mengatakan dalam sebuah catatan.