Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Baru Impor Barang Belum Hilangkan Gelisah Importir

PP No.46/2023 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian belum sepenuhnya menghilangkan kegelisahan para importir.
Aktivitas bongkar muat peti kemas berisi barang impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Aktivitas bongkar muat peti kemas berisi barang impor di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintahan (PP) No.46/2023 sebagai revisi atau perubahan atas PP No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian. Beleid baru tersebut belum sepenuhnya menghilangkan kegelisahan importir.

Kebijakan terbaru ini telah diundangkan dan mulai berlaku sejak 25 September 2023. Sejumlah perubahan yang tercatut dalam PP terbarunya ini yakni ketentuan terkait neraca komoditas, importasi bahan baku dan/atau bahan penolong bagi industri dan standardisasi industri. 

Berkenaan dengan neraca komoditas, pemerintah pusat menetapkan penggunaan Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong. Adapun, neraca komoditas mencakup data lengkap dan akurat terkait kebutuhan dan pasokan bahan baku/penolong untuk industri. 

Dalam beleid terbaru PP 46/2023 disebutkan pada pasal 18A bahwa kebijakan penggunaan Neraca Komoditas tetap berlaku namun ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Presiden. Namun, pemerintah mengakui adanya kekurangan dari sistem tersebut.

"Namun demikian, pelaksanaan neraca komoditas dirasa perlu untuk dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, khususnya dalam proses penetapan neraca komoditas untuk komoditas selain barang kebutuhan pokok," bunyi beleid tersebut. 

Di sisi lain, perubahan terkait dengan importasi bahan baku/penolong industri juga tercatut dalam PP 46/2023 pasal 19 ayat 1a dan 1b. Adapun, impor bahan baku/penolong dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum (API-U). 

Namun, ketentuan tersebut tetap akan dibatasi, di mana API-U tidak dapat mengimpor bahan baku/penolong tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Di sisi lain, untuk mendorong investasi kepada perusahaan industri API-P, pemerintah memberikan kemudahan dalam melakukan impor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, dan pelayanan purna jual. 

"Kemudahan impor barang jadi untuk keperluan komplementer diperlukan guna melengkapi lini produksi yang berasal dari dan dihasilkan oleh perusahaan industri di luar negeri yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan industri API-P," tulis aturan tersebut. 

Belum Berdampak

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menilai Peraturan Pemerintah (PP) No.46/2023 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian belum sepenuhnya jelas dan menjawab kegelisahan para importir. 

Ketua Umum GINSI Subandi mengatakan, revisi dari PP No.28/2021 itu memang menjadi angin segar bagi importir. Namun, kebijakan baru ini kurang efektif apabila minim sosialisasi dari pemerintah dan tak adanya petunjuk teknis pelaksanaan (juknis). 

"Hanya saja pemerintah harus secara masif menyosialisasikan PP No.46/2023 ini supaya jangan sampai nanti di pelaksanaan ada permasalahan dan ada yang tidak dipahami oleh para pelaku usaha importasi yang beridentitas importir umum [API-U]," kata Subandi.

Dia mengakui bahwa revisi tersebut, secara umum dan sebagian besarnya telah memenuhi apa yang dikeluhkan para pelaku usaha terkait hambatan arus impor bahan baku penolong bagi manufaktur.

Kendati menjadi harapan baru bagi importir, masalah utama yang ada di Pasal 18 adalah tentang pemberlakuan neraca komoditas. Menurut Subandi, hal ini menjadi hambatan bagi importir dalam hal perizinan impor. 

"Importir tidak mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang bagaimana cara memasukkan neraca komoditas karena pemerintah menyelenggarakan yang namanya coaching clinic atau bagaimana teknis memasukkannya," ujarnya. 

Dalam PP No.46/2023, neraca komoditas pun tetap diberlakukan meskipun terdapat tambahan pasal 18A yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut terkait dengan neraca komoditas diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). 

Di sisi lain, yang menjadi permasalahan utama bagi importir adalah kebijakan impor bahan baku/penolong yang hanya dapat dilakukan oleh perusahaan industri yang memiliki identitas sebagai importir produsen (API-P). 

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 19 ayat 1 dalam PP No.28/2021. Sementara itu, dalam revisi PP tersebut ditambahkan ayat 1a yang mengizinkan API-U untuk mengimpor bahan baku/penolong, kendati pada ayat 1b izin tersebut berlaku untuk bahan-bahan tertentu. 

"Itu yang dari GINSI dan pelaku usaha juga sebenarnya masih bertanya-tanya, 'Ini sudah bisa belum, apakah kami sudah bisa mulai berusaha apa belum?' Ini yang belum terjawab," tuturnya.

Sebelumnya, GINSI mengungkap bahwa pelaku usaha kehilangan omzet hingga triliunan rupiah. GINSI mengeklaim, negara juga akan mengalami kerugian seiring melemahnya kinerja impor bahan baku. 

Sejak berlakunya aturan tersebut, kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi yang berpotensi membuat gejolak di sektor industri manufaktur.

Wakil Ketua Umum GINSI Erwin Taufan mengatakan, pemberlakuan beleid tersebut telah menyebabkan kerugian materil bagi para importir umum. Untuk itu, dia mendorong revisi PP No.28/2021 untuk segera disahkan oleh Presiden Joko Widodo.  

"Harapan kita secepatnya lah itu Pak Presiden untuk menandatangani revisi PP 28 dan 32. Ini sangat sangat mendesak, sudah hampir Rp20 triliun kerugiannya," kata Taufan.

Total kerugian tersebut mencakup perputaran uang yang terhenti di kalangan importir sejak akhir tahun 2022. Bahkan, selama 3 bulan terakhir, anggota GINSI telah mengenakan 156 pita cukai pada produknya dengan nilai Rp10 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper