Bisnis.com, JAKARTA - Infrastruktur merupakan fondasi dasar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi negara. Pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak bisa hanya dijalankan dengan business as usual. Apalagi, Indonesia saat ini membutuhkan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan menuju cita-cita mulia mencapai target “Indonesia Emas 2045”.
Pemenuhan pembangunan infrastruktur memerlukan inovasi, baik dari desain teknologi maupun struktur pembiayaan untuk menjamin pendanaan dan manfaat ekonomi dari proyek kepada masyarakat.
Penyediaan infrastruktur demi pemenuhan kebutuhan publik memiliki banyak tantangan, utamanya keterbatasan anggaran pembangunan. Mulai dari biaya persiapan, pembangunan, operasional, hingga pemeliharaan.
Tantangan tersebut pada dasarnya memastikan infrastruktur yang dibutuhkan dapat dipersiapkan, dibangun, dipelihara, dan dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan publik semaksimal mungkin.
Merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kebutuhan pembiayaan infrastruktur periode 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp6.445 triliun, dimana porsi pembiayaan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hanya 37 persen.
Adapun, alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2024 sebesar Rp422,7 triliun. Nilai ini naik 5,8 persen dari anggaran infrastruktur tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), sebesar Rp399,6 triliun (outlook APBN 2023).
Alokasi anggaran infrastruktur 2024 dalam mendorong percepatan dan pemerataan infrastruktur, sebagai berikut:
- Belanja Kementerian/Lembaga (K/L)
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp213,7 triliun, yang diarahkan untuk biaya pembangunan jalan daerah, pembangunan Ibu Kota Nusantara, renovasi stadion, hingga pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.
- Belanja Non Kementerian/Lembaga
Belanja Non Kementerian/Lembaga sebesar Rp20,3 triliun, diarahkan untuk pembangunan infrastruktur daerah, pembangunan Daerah Otonomi Baru (DOB), dan mendukung Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
- Belanja Tunjangan Kinerja Daerah (TKD)
Belanja Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) senilai Rp94,8 triliun, disalurkan untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik, infrastruktur dan dana alokasi umum (DAU) bidang pekerjaan umum.
- Pembiayaan Anggaran
Terakhir, Pembiayaan Anggaran sebesar Rp93,9 triliun yang diarahkan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN atau lembaga di sektor infrastruktur.
KPBU jadi Solusi
Meski alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar Rp422,7 triliun, tentu saja nilai itu tidak cukup untuk mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia.
Strategi untuk menutup kekurangan atau gap pembiayaan infrastruktur adalah melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau
Definisi KPBU secara luas adalah skema penyediaan dan pembiayaan infrastruktur yang melibatkan partisipasi swasta.
Skema penyediaan layanan infrastruktur untuk kepentingan umum ini didasarkan pada suatu perjanjian (kontrak) antara Pemerintah yang diwakili oleh Menteri/Kepala Lembaga/Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, yang disebut Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dan pihak swasta, dengan memperhatikan prinsip pembagian risiko diantara para pihak.
Konsep KPBU selaras dengan nilai-nilai bangsa Indonesia, yaitu gotong royong. Berkat semangat gotong royong melalui pembiayaan KPBU, semua elemen bangsa bergerak saling membantu untuk memperkuat persatuan bangsa sekaligus membangun infrastruktur berkelanjutan di seluruh Indonesia.
Selain itu, KPBU membuat defisit APBN tetap terjaga dan rasio utang tetap prudent sesuai undang-undang yang berlaku.
Fasilitas dan Proyek KPBU
Dalam rangka mendukung pelaksanaan KPBU di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyediakan berbagai fasilitas dan dukungan pemerintah yang dibutuhkan, antara lain:
- Project Development Facility (PDF) guna mempersiapkan dokumen proyek yang dapat diterima market.
- Viability Gap Fund (VGF) sebagai tools untuk meningkatkan bankability dari proyek.
- Penjaminan dalam rangka meningkatkan credit worthiness dari proyek.
- Availability payment (AP) merupakan pengembalian investasi badan usaha yang berasal dari pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam hal ini PJPK atau menteri/kepala lembaga/kepala daerah) secara periodik kepada pihak swasta berdasarkan pada ketersediaan layanan infrastruktur sesuai dengan kualitas atau kriteria yang telah ditentukan dalam perjanjian KPBU.
Keseluruhan fasilitas tersebut diberikan dalam rangka mengupayakan sebanyak mungkin dana-dana non APBN untuk bisa masuk ke dalam pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia.
Sesuai dengan fungsinya, masing-masing fasilitas dukungan pemeritah dimaksud diharapkan dapat menjawab concern-concern utama para stakeholders KPBU (PJPK, Investors, Lenders) pada setiap tahapan pembangunan proyek infrastruktur.
Direktur Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur, Brahmantio Isdijoso mengatakan banyak perkembangan yang terjadi selama implementasi KPBU,
“Selama implementasi KPBU, telah terjadi banyak improvement. Butuh waktu yang cukup panjang bagi kami mengembangkan ekosistem dan instrumen pendukungnya. Hasilnya seperti yang kita lihat baru-baru ini, kami telah mengembangkan berbagai inisiatif signifikan, seperti telah dibentuknya regulatory framework, peningkatan kapasitas stakeholders KPBU, termasuk PJPK, koordinasi antarlembaga juga telah berjalan, dan inisiasi serta implementasi proyek yang semakin meningkat,” ujar Brahmantio Isdijoso seperti dikutip, Rabu (4/10/2023).
Untuk pemberian fasilitas penyiapan proyek (PDF), lanjutnya, pada 2024 telah direncanakan sebesar Rp264,7 miliar dan akan dipergunakan untuk kebutuhan dana PDF proyek KPBU Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan mendukung penyiapan proyek KPBU non IKN.
Nilai tersebut meliputi penyiapan proyek yang sedang berjalan maupun proyek-proyek baru yang akan masuk ke dalam pipeline. Semetara kebutuhan anggaran untuk memberikan dukungan VGF pada proyek KPBU diperkirakan sebesar Rp6,9 miliar.
Guna meningkatkan kualitas pembiayaan infrastruktur dan mendorong partisipasi investor global dan dana filantropi, Pemerintah telah mengintegrasikan faktor Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) ke dalam pemberian dukungan Pemerintah dalam proyek KPBU.
LST, atau yang lebih dikenal sebagai Environmental, Social, dan Governance (ESG) diterapkan sejak 2022 melalui 10 standar yang terdiri dari empat standar yang mencakup 11 dimensi lingkungan, empat standar yang mencakup 11 dimensi sosial, dan dua standar yang mencakup enam dimensi tata Kelola.
Penerapan kebijakan ESG ini diharapkan dapat menjadi kontribusi terhadap pencapaian target-target SDGs serta panduan bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk memerhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam pelaksanaan proyek.
Koreksi Kepanjangan PPP