Bisnis.com, JAKARTA – S&P Global membukukan melambatnya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia ke level 52,3 pada September 2023, atau turun 1,6 poin dari capaian Agustus 2023 di angka 53,9.
Meski masih mencatatkan pada jalur yang ekspansif, capaian PMI September 2023 merupakan yang terendah dalam empat bulan terakhir.
“Ini merupakan ekspansi aktivitas pabrik selama 25 bulan berturut-turut, tetapi merupakan laju PMI manufaktur Indonesia menjadi yang terlemah sejak Mei 2023,” tulis S&P dikutip dari Bloomberg, Senin (2/10/2023).
Penurunan tersebut sejalan dengan dengan output dan pertumbuhan pesanan baru yang menurun, di tengah laporan permintaan klien yang lebih kuat di pasar ekspor utama.
Padahal, pada bulan lalu S&P Global mencatat manufaktur Indonesia memperlihatkan optimisme terhadap produksi 12 bulan yang akan datang. Kondisi permintaan yang lebih baik mendorong perusahaan mencapai kondisi paling optimistis dalam 10 bulan, tingkat kepercayaan bisnis lebih dekat dengan rata-rata jangka panjang.
Baca Juga
Kondisi PMI Manufaktur di Asia
Meski menjelang libur akhir tahun, aktivitas manufaktur tetap tidak bergairah di Asia dan memperpanjang kemerosotan yang berkepanjangan tahun ini.
Data terbaru menunjukkan alarm waspada saat manufaktur memasuki musim puncaknya menjelang liburan Natal dan Tahun Baru.
Hal ini meruntuhkan optimisme yang hati-hati bahwa ekonomi global menemukan dirinya pada pijakan yang lebih stabil, dengan permintaan konsumen dan ekspor yang menguat di beberapa kuartal.
Di satu sisi, ini merupakan momen sulit bagi produsen karena dimulainya musim kemarau El Nino dan pasokan minyak yang lebih ketat mengancam untuk menghidupkan kembali tekanan-tekanan biaya dan mempertahankan biaya pinjaman yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.
S&P Global melihat aktivitas pabrik di wilayah ini sebagian besar memburuk di bulan September karena permintaan global yang lesu untuk barang-barang mendorong penurunan output dan pekerjaan baru.
Buktinya, PMI Jepang sedikit melambat menjadi 48,5 bulan lalu dari 49,6 di bulan Agustus, turun lebih jauh dari angka 50 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi.
Indeks Taiwan mencatat lonjakan yang cukup besar menjadi 46,4 dari 44,3, menandakan penurunan yang lebih lembut bulan lalu. Kemerosotan global telah menghantam ekonomi yang berorientasi ekspor dengan keras, membuat PMI-nya berada di zona merah sejak Mei 2022.
Kebangkitan manufaktur di Asia Tenggara juga kehilangan tenaga. Selain Indonesia yang loyo, pabrik-pabrik di Vietnam mengalami penurunan aktivitas setelah sebulan ekspansi, bergabung dengan negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Myanmar. Hanya Filipina yang mengalami peningkatan, berbalik dari kontraksi ke ekspansi.
Sebelumnya, data dari China menunjukkan betapa gentingnya pemulihan ini. PMI manufaktur resminya naik menjadi 50,2 bulan lalu, setelah masuk zona kontraksi dan baru ekspansi pertama kali sejak Maret 2023.