China Vs Negara Barat
Ketegangan China dan negara Barat juga dapat memberikan keuntungan ataupun kerugian. Uni Eropa (UE) kini sedang menyelidiki apakah akan mengenakan tarif hukuman terhadap impor kendaraan listrik China, yang dianggap mendapatkan subsidi berlebihan dari pemerintah.
Subsidi AS untuk manufaktur semikonduktor dalam negeri juga dapat meningkatkan saham Intel, namun performa saham-saham besar teknologi AS dan indeks saham global rentan terhadap tanda-tanda pembalasan dari China.
Kemudian, China juga diketahui sebagai pembeli barang mewah terbesar di dunia. Fashion barat kemudian juga terjebak dalam politik, dimana otoritas anti-korupsi tertinggi China telah berjanji untuk menghapus apa yang disebutnya sebagai hedonisme elit Barat.
Bank-bank China juga telah memberitahu kepada karyawannya agar tidak mengenakan barang-barang mewah Eropa saat bekerja.
"Tingkat pengawasan pemerintah yang lebih tinggi telah mulai mempengaruhi pengeluaran konsumen (China) yang lebih berkecukupan," jelas analis Barclays Carole Madjo dan Wendy Liu dalam catatan mereka.
Baca Juga
Kemudian, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor politik, perekonomian yang lesu dan gejolak di pasar properti membawa pandangan negatif terhadap investasi di China. Selain itu, ada kemungkinan tarif yang berlanjut dan kesulitan dalam menghadapi aturan AS mengenai pembatasan investasi pada teknologi China.
Akibat performa Negara Tirai Bambu di pasar saham global tidak baik, maka para investor kemudian terbagi dalam menghadapi pasar ini.
Berdasarkan hasil survei JPMorgan terhadap investor kredit menemukan bahwa 40 persen di antaranya memiliki pandangan negatif terhadap China, namun hampir proporsi yang sama ingin meningkatkan alokasi investasi di sana.
“Saya sebenarnya menyambut baik China karena semua orang sangat membenci (pasar ini),” jelas Wakil Ketua Ekuitas RW Baird, Patrick Spencer. Ia juga mengatakan bahwa harapan pasar sangat buruk, namun kenyataannya sedikit lebih baik.