Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Investasi/Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan peran pengusaha Tomy Winata dalam proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Di hadapan anggota Komisi VI DPR RI, Bahlil menjelaskan bahwa Tomy Winata sendiri merupakan pemilik PT Makmur Elok Graha (MEG) yang merupakan pemegang konsesi lahan di Pulau Rempang.
Nantinya, MEG akan bekerja sama dengan Badan Pengusahaan Batam atau BP Batam dalam mengelola lahan untuk pembangunan sejumlah proyek yang akan disuntik investasinya oleh Xinyi Glass Holdings Ltd. atau Xinyi Group senilai Rp175 triliun.
"Kemudian menyangkut dengan PT MEG, [mereka ini] partner lokal, karena MEG sudah punya perjanjian kerja sama dengan BP Batam, maka dilakukanlah di sana [realisasi investasinya]," kata Bahlil dalam agenda Rapat Kerja (Raker) bersama dengan Komisi VI DPR RI, Senin (2/10/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Bahlil mengungkapkan bahwa investasi Xinyi Group di Pulau Rempang setidaknya mencakup 10 proyek pembangunan, di antaranya pembangunan kawasan industri terintegrasi, pembangunan pabrik pemrosesan pasir silika, proyek industri soda abu.
Kemudian, investasi industri kaca panel surya, industri kaca float, industri silikon industrial grade, indutri polisilikon, industri pemrosesan kristal, industri sel dan modul surya dan industri infrastruktur.
Baca Juga
Sebagai catatan, PT MEG sendiri tercatat secara resmi menjalin kerja sama bersama dengan BP Batam pada 2004 lalu. Di mana, dalam nota kesepahaman mengenai rencana pembangunan kota wisata di Rempang dan Galang, PT MEG mendapatkan konsesi kerja sama selama 80 tahun.
Sebelumnya, Tommy Winata juga sempat mengungkapkan alasan mengapa pihaknya belum kunjung merealisasikan pembangunan kawasan Pulau Rempang yang telah disewanya hampir selama 20 tahun.
Dia menjelaskan, pengembangan belum berjalan karena pihaknya masih menunggu status Rempang dari kawasan hutan produksi menjadi izin hak penggunaan lahan (HPL).
Pemberian izin HPL harus mengubah tata ruang kawasan hingga status tanah. Setelah itu, pengembang baru dapat mendirikan bangunan bila mendapatkan izin hak guna bangunan (HGB).
Sementara itu, saat ini hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau Rempang sendiri dikuasai oleh BP Batam sejak 1986 dengan total luas mencapai lebih dari 15.000 hektare (ha).
Seiring dengan pro-kontra proyek investasi di Pulau Rempang, Tomy Winata menjelaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur. Dia berharap, pemerintah dan masyarakat adat Rempang dapat menemukan titik tengah. Sehingga, pembanguunan proyek Rempang Eco-City dapat terus bergulir.
"Saya belum pernah berfikir redeem [mundur], karena kalau redeem sejak 1998 saya sudah redeem, saya udah pindah, tapi saya tau ibu kandung saya Indonesia. Harapan saya bisa beres. Kalau enggak saya balik ke Tambling, bangun Tambling [Tambling National Wildlife Conservation],” ujar Tomy.