Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Pedagang, BPS Ungkap Titik Kenaikan Harga Beras Tertinggi

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lonjakan harga beras mulai di penggilingan hingga pedagang ecer atau konsumen.
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Rabu (12/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Buruh mengangkut karung beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Rabu (12/02/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras di penggilingan hingga di pedagang ecer atau konsumen mengalami kenaikan secara bulanan (month-to-month) maupun secara tahunan (year-on-year).

Plt. Kepala BPS, amalia Adininggar Widyasanti menyebut harga beras di penggilingan mengalami kenaikan paling tinggi yakni naik 10,33 persen (mtm) dan naik 27,43 persen (yoy). Adapun secara rata-rata harga beras di tingkat penggilingan pada September 2023 sebesar Rp12.708 per kilogram.

Sedangkan harga rata-rata beras di tingkat grosir sebesar Rp13.037 per kilogram atau mengalami kenaikan 6,23 persen (mtm) dan naik 21,02 persen (yoy). Adapun harga rata-rata beras di pedagang ecer atau di tingkat konsumen pada September 2023 sebesar Rp13.799 per kilogram, atau naik 5,61 persen (mtm) dan 18,44 persen (yoy).

Kenaikan harga beras pada September 2023 telah menyebabkan inflasi beras secara tahunan pada September 2023 sebesar 18,44 persen (yoy) dengan andil terhadap inflasi sebesar 0,55 persen. Amalia menyebut, inflasi beras tahunan pada September 2023 menjadi yang tertinggi sejak 2014.

"Sepanjang 2014 hingga sekarang memang inflasi beras tahun ke tahun saat ini terlihat yang paling tinggi," ujar Amalia, Senin (2/10/2023).

Adapun, secara bulanan, inflasi beras pada September 2023 sebesar 5,61 persen (mtm) dengan andil 0,18 persen menjadi inflasi beras bulanan yang tertinggi sejak Februari 2018 sebesar 6,25 persen (mtm).

Amalia membeberkan, kenaikan harga beras dipicu oleh berkurangnya pasokan akibat dampak kekeringan di musim kemarau yang berkepanjangan. Selain itu, efek El Nino, kata dia, juga menyebabkan penurunan produksi di akhir tahun. Bahkan, indikasi penurunan produksi juga terjadi di provinsi-provinsi yang menjadi sentra produksi beras nasional.

Sebelumnya, berdasarkan catatan Bisnis.com, Senin (25/9/2023), Amalia menyebut adanya risiko penurunan luas panen dan produksi padi di akhir 2023 hingga berdampak pada defisit neraca beras bulanan. Adapun kerangka sampel area (KSA) yang diamati BPS mencatat luas panen padi pada September 2023 hanya 790.000 hektare, Oktober 730.000 hektare, dan November 530.000 hektare.

Begitupun dengan produksi padi, kata Amalia, pada periode tersebut juga akan mengalami tren penurunan. Pada September 2023, produksi padi sebanyak 4,07 juta ton gabah kering giling (GKG), Oktober 2023 sebanyak 3,82 juta ton GKG, dan November 2023 sebanyak 2,88 juta ton GKG.

"Memang ini seperti siklus tahunan di akhir tahun selalu kita mengalami defisit produksi beras. Sementara kebutuhan konsumsi beras rata-rata per bulan sekitar 2,55 juta ton," ujar Amalia dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi, Senin (25/9/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper