Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kartika Wirjoatmodjo, menyebut APBN tidak menjadi jaminan untuk pinjaman utang atas pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Tiko menjelaskan, pemerintah menunjuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) untuk memberikan tambahan modal ke PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Hal ini mengingat posisi KAI sebagai pemegang saham terbesar pada pihak konsorsium Indonesia di KCIC.
Selain itu, KAI juga akan mendapatkan pinjaman dari China Development Bank (CDB) untuk pembayaran pembengkakan biaya tersebut. Pinjaman tersebut kemudian akan dialirkan ke PT KCIC.
“Jadi jangan salah, itu ada dua step, KAI wajib memberikan tambahan pinjaman saham ke KCIC. KAI juga kemudian akan meminjam ke CDB,” jelas Tiko di Kompleks Parlemen, dikutip Kamis (21/9/2023)
Lebih lanjut, Tiko juga menyebut proses negosiasi besaran bunga pinjaman untuk biaya bengkak proyek KCJB masih berlanjut hingga saat ini. Tiko menjelaskan, saat ini pemerintah Indonesia dan China telah berhasil menegosiasikan besaran bunga pinjaman itu hingga di bawah 4 persen.
Dia menyebut, besaran bunga pinjaman tersebut masih dibahas pada kisaran 3 persen per tahun.
Baca Juga
“Terakhir negosiasi di bawah 4 persen, kisarannya di sekitar 3 persen sampai 3,5 persen,” ujarnya.
Adapun, Indonesia dan China telah menyepakati besaran cost overrun kereta cepat sebesar US$1,2 miliar beberapa waktu lalu. Dari jumlah tersebut, China Development Bank (CDB) akan memberikan dana pinjaman sebesar US$560 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dengan asumsi kurs US$1 = Rp15.100.
Sebelumnya, Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, pembayaran untuk cost overrun Kereta Cepat akan dibagi sesuai dengan porsi kepemilikan saham dengan konsorsium Indonesia sebesar 60 persen dan konsorsium China sebesar 40 persen. Dengan demikian, konsorsium Indonesia akan membayar sekitar US$720 juta dan konsorsium China menanggung sekitar US$480 juta yang tersisa.
Dwiyana menjelaskan, dari total cost overrun yang akan dibayarkan oleh konsorsium Indonesia, sebanyak 25 persen akan dibayar menggunakan dana dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium.
“Kemudian, 75 persen itu dibayarkan menggunakan pinjaman yang telah disepakati dengan China Development Bank (CDB),” jelas Dwiyana.