Bisnis.com, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengungkapkan bahwa penjaminan pemerintah melalui APBN terhadap proyek infrastruktur bukanlah suatu masalah, termasuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Penjaminan pemerintah terhadap percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), bukan lah penjaminan yang pertama karena pemerintah sudah banyak melakukan hal serupa.
Sebagai contoh, Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Batu Bara PT PLN 10.000 MW tahap 1 dan 2, Proyek Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS), Proyek LRT Jabodebek, Proyek Gothermal/PLTP Dieng 2 dan Patuha, dan Proyek Penguatan Jaringan Kelistrikan.
“Lalu masalahnya di mana? Tidak ada. Selama ini dijamin aman karena tata kelola dan manajemen risiko sangat dijaga. Yang bermasalah itu pikiran jorok, seolah APBN digadaikan ke China!” cuitnya di media sosial pribadi @prastow, Selasa (19/9/2023).
Pada dasarnya, kata dia, pemerintah memberikan penjaminan kepada PT KAI sebagai pemegang saham mayoritas KCJB agar dapat meningkatkan reputasinya ke pemberi pinjaman.
Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan pemberi pinjaman terhadap proyek yang terkait sehingga dapat mengurangi biaya pinjaman. Dalam hal ini, PT KAI yang meminjam ke kreditur, bukan pemerintah dan tidak menggunakan APBN secara langsung.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, keterlambatan penyelesaian proyek KCJB menyebabkan tambahan biaya atau cost overrun.
Untuk mengatasi pembengkakan biaya tersebut, pemerintah memberikan dukungan berupa Penjaminan Pemerintah terhadap pinjaman PT KAI.
Kebijakan tersebut mengacu kepada keputusan Rapat Komite KCJB yang beranggotakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
Dalam upaya mitigasi risiko atas pelaksanaan Penjaminan Pemerintah, Pemerintah pun melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkala atas penjaminan yang diberikan.
Penjaminan Pemerintah oleh Pemerintah Indonesia sesuai dengan tata kelola dan peraturan yang berlaku, serta mempertimbangkan prinsip-prinsip Penjaminan Pemerintah, yang mencakup kemampuan keuangan negara, keberlanjutan fiskal, dan manajemen risiko fiskal.