Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara usai dirinya menerbitkan aturan mengenai penjaminan pemerintah atas pinjaman PT KAI untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa beleid tersebut merupakan tata laksana untuk melakukan penjaminan, sesuai dengan amanat Perpres No 93/2021.
“Di mana di situ [Perpres No 93/2021] disebutkan ada penjaminan karena terjadinya cost overrun [Kereta Cepat Jakarta-Bandung],” katanya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (19/9/2023).
Sri Mulyani menjelaskan, pembengkakan biaya atau cost overrun dari proyek KCJB tersebut yang telah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam review tersebut, terdapat rekomendasi penanganan cost overrun, di mana pemerintah dalam hal ini BUMN, memiliki saham sebesar 60 persen atas KCJB.
Baca Juga
“Jadi ada implikasi dari cost overrun dari sisi PMN, yang sudah kita lakukan ke PT KAI sebagai ketua konsorsiumnya dari pihak Indonesia, dan dari sisi pinjaman tambahan. Nah pinjaman tambahan itu yang kemudian masuk ke dalam tata laksana penjaminan yang kita berikan melalui PMK,” katanya.
Dari sisi manajemen risiko, Sri Mulyani mengatakan bahwa cost overrun memang harus diaudit sehingga akuntabilitas dan latar belakang terjadinya cost overrun bisa dijelaskan oleh BPKP dan BPK.
Selain itu, Komite KCJB, yang beranggotakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, dan Menteri BUMN menilai bahwa PT KAI memiliki tambahan pendapatan yang berasal dari traffic batu bara di Sumatera, berdasarkan kesepakatan dengan PT BA.
“Di situ akan mendapatkan revenue yang menjadi salah satu sumber untuk PT KAI, sehingga memiliki kekuatan keuangan untuk bisa membayar kembali [pinjaman atas proyek KCJB],” jelas Sri Mulyani.
Dia menambahka Kemenkeu juga meminta kepada Kementerian BUMN untuk membuat mekanisme monitoring terkait kondisi keuangan PT KAI, termasuk monitoring cost dan revenue, juga membentuk sinking fund yang mampu menjaga penjaminan pemerintah agar tidak ter-call kreditur.
“Kita akan memperkuat PT PII [Penjaminan Infrastruktur Indonesia] sebagai special machine vehicle-nya Kemenkeu yang melaksanakan proses penjaminan itu,” tuturnya.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR Kementerian Keuangan Heri Setiawan menyampaikan bahwa terkait penjaminan pemerintah tersebut, PT PII berperan sebagai ring fencing dan menyerap first loss basis apabila terjadi klaim atas penjaminan yang diberikan sehingga tidak secara langsung berdampak pada APBN.
Heri mengatakan, di samping menugaskan PT PII selaku coguarantor, pemerintah juga memiliki dana cadangan sebesar Rp11,51 triliun sebagai cadangan jika terjadi klaim, sehingga tidak menggunakan APBN.
“Pemberian penjaminan itu sudah diperhitungkan besaran risikonya dengan adanya batas maksimum penjaminan, serta dimitigasi risikonya dengan dana cadangan penjaminan,” katanya.
Dia menambahkan, sebagai bentuk mitigasi risiko atas pelaksanaan penjaminan pemerintah, pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkala atas jaminan yang diberikan.
“Pemberian jaminan pemerintah mengikuti tata kelola [governance] dan regulasi yang berlaku dengan memperhatikan prinsip-prinsip penjaminan pemerintah, meliputi kemampuan keuangan negara, kesinambungan fiskal, dan pengelolaan risiko fiskal,” kata Heri.