Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi Amerika Serikat (AS) pada Agustus 2023 meningkat paling tinggi dalam 14 bulan, yang didorong oleh kenaikan harga bensin. Namun, kenaikan tahunan inflasi dasar menjadi yang terkecil dalam dua tahun memberikan peluang bagi Federal Reserve atau The Fed mempertahankan suku bunga acuan.
Berdasarkan laporan dari Departemen Tenaga Kerja AS, Rabu (13/9/2023) Indeks Harga Konsumen (IHK) naik sebesar 0,6 persen jika dibandingkan bulan lalu (month-to-month/mtm). Kenaikan merupakan yang terbesar sejak Juni 2022, sejalan dengan proyeksi ekonom.
Jika dilihat secara tahunan, IHK Agustus 2023 meningkat 3,7 persen (year-on-year/yoy) setelah naik 3,2 persen pada Juli 2023. Inflasi tahunan naik selama dua bulan berturut-turut, namun telah turun dari puncak sebesar 9,1 persen (yoy) pada Juni 2022.
Sementara itu, IHK inti, yang mengecualikan harga pangan dan energi, naik 0,3 persen (mtm) dan 4,3 persen (yoy). Kenaikan ini menjadi kenaikan terkecil sejak September 2023 dan mengikuti kenaikan sebesar 4,7 persen pada Juli 2023.
IHK Inti tahunan sendiri telah mengalami kenaikan 2,4 persen dalam tiga bulan terakhir. Laju ini menjadi laju terendah sejak Maret 2021, sebagai tanda kemajuan menuju target 2 persen dari The Fed.
Meskipun inflasi tahunan naik selama dua bulan berturut-turut, inflasi telah turun dari puncaknya sebesar 9,1 persen pada Juni 2022. Adapun, angka inflasi ini masih di atas target The Fed sebesar 2 persen hingga akhir tahun ini.
Baca Juga
Diketahui bahwa laporan Departemen Tenaga Kerja diterbitkan seminggu sebelum pertemuan kebijakan The Fed dan menyusul data penurunan kondisi pasar tenaga kerja pada Agustus 2023.
Krishna Guha dari Evercore ISI mengatakan meskipun laporan inflasi Agustus 2023 tidak luar biasa dalam hal dampaknya terhadap pandangan dasar kebijakan The Fed, namun inflasi ini juga bukan sebuah bencana.
"The Fed tidak ingin menaikkan suku bunga lagi dan kami pikir akan membutuhkan lebih banyak hal untuk mendorong FOMC untuk benar-benar menaikkan suku bunga acuan lagi, dengan kasus dasar kami yang tetap bahwa The Fed sudah selesai di sini,.” ungkap Guha seperti dilansir Bloomberg, Kamis (14/9).
Sementara itu, kepala investasi Independent Advisor Alliance Chris Zaccarelli mengatakan data inflasi AS bukanlah angka yang diharapkan investor, tetapi pasar masih dapat diperdagangkan dalam kisaran karena inflasi cukup tinggi untuk membuat The Fed mengambil kebijakan. Namun, data inflasi ini tidak cukup panas untuk mengubah pandangan awal bahwa The Fed hampir selesai menaikkan suku bunga.
"Selama ekonomi tetap tangguh dan inflasi tidak meningkat, pasar dapat menguat hingga akhir tahun, setelah kita melewati bulan-bulan yang secara musiman lemah di bulan September dan Oktober,” ungkap Zaccarelli.
Di sisi lain, sejumlah ekonom lain percaya bahwa pejabat The Fed akan terus mengisyaratkan kenaikan suku bunga tambahan pada 2023, dalam menimbang inflasi jasa.
“Tidak ada yang secara serius menempatkan kenaikan suku bunga The Fed minggu depan, namun hal tersebut cukup untuk menjaga perdebatan tentang perlunya kenaikan suku bunga lagi pada 2023 tetap hidup,” kata penasihat ekonomi senior di Brean Capital di New York, Conrad DeQuadros, seperti dikutip dari Reuters.
Harga bensin sendiri melonjak sebesar 10,6 persen setelah mengalami kenaikan sebesar 0,2 persen pada Juli 2023. Kenaikan harga bensin menyumbang lebih dari separuh kenaikan IHK.
Menurut data dari Administrasi Informasi Energi AS, pada Agustus 2023, harga bensin telah meningkat dan mencapai puncaknya sebesar US$3,984 per galon pada minggu ketiga bulan tersebut. Harga tersebut melonjak jika dibandingkan pada harga per galon sebesar US$3,676 pada periode yang sama pada Juli 2023.
Menurut alat FedWatch dari CME Group, pasar keuangan terus melihat kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunga kurang dari 50 persen pada 2023. Sejak Maret 2022, bank sentral telah menaikkan suku bunga acuan semalamnya sebanyak 525 basis poin (bps) menjadi kisaran 5,25-5,50 persen.
Berdasarkan catatan Bisnis, setelah data inflasi AS dirilis, bursa saham AS Wall Street ditutup beragam pada akhir pedagangan Rabu (13/9) waktu setempat. Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor dua tahun turun di bawah 5 persen dan dolar melemah.
“Selama perekonomian tetap tangguh dan inflasi tidak kembali meningkat, pasar dapat pulih hingga akhir tahun, setelah kita melewati bulan-bulan yang lemah secara musiman di bulan September dan Oktober,” jelas kepala petinggi investasi di Independent Advisor Alliance di Charlotte, Carolina Utara, Chris Zaccarelli, dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, berdasarkan dari 97 ekonom yang disurvei oleh Reuters, hampir 20 persen atau 17 dari keseluruhan responden memproyeksikan kemungkinan terjadi setidaknya satu kenaikan suku bunga lagi sebelum akhir tahun, termasuk tiga di antaranya yang mengharapkan kenaikan suku bunga pada bulan ini.