Bisnis.com, JAKARTA – Subholding Perusahaan Listrik Negara, PT PLN Indonesia Power, memastikan operasional PLTU Suralaya sudah sesuai dengan standar emisi yang ditetapkan pemerintah.
General Manager PT PLN Indonesia Power (IP) PGU Suralaya Irwan Edi Syahputra Lubis mengatakan operasional PLTU Suralaya menjunjung tinggi prinsip Environmental Social Governance (ESG) dalam operasional PLTU, sehingga sangat memperhatikan emisi buang dari gas pembangkit.
Emisi yang dihasilkan dipastikan tidak melebihi ambang batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.15/.2019 tentang baku mutu pembangkit listrik geothermal dan PP No.22/2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PLTU Suralaya juga telah menerapkan ISO 14001 tentang sistem manajemen lingkungan.
”Untuk sektor kelistrikan, PLN Indonesia Power khususnya PLTU Suralaya telah menerapkan berbagai teknologi ramah lingkungan guna menekan emisi dan pembangkit listrik berbasis batu bara,” ungkap Irwan dalam paparan webinar Dampak Kualitas Udara dari PLTU Suralaya, dikutip Rabu (13/9/2023).
Irwan mengungkapkan, operasional PLTU Suralaya dilengkapi dengan teknologi ramah lingkungan seperti Electrostatic Precipitator (ESP), lo-Nox burner, dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi dari gas buang dapat ditekan semaksimal mungkin.
Baca Juga
”Selama 39 tahun beroperasi, PLTU suralaya selalu berupaya menekan emisi semaksimal mungkin serta memonitor secara real time dengan dashboard yang terhubung dengan KLHK," lanjutnya.
Berbagai upaya pengendalian emisi tersebut berhasil memperbaiki kualitas udara di sekitar lokasi pembangkit listrik. Hal ini terlihat dari parameter PM 2,5 di sekitar lokasi pembangkit yang menunjukkan tren menurun dan masih jauh di bawah ambang yang ditetapkan pemerintah.
”Terkait dengan emisi, kami di Suralaya mematuhi peraturan yang berlaku. Kewajiban mengimplementasikan CEMS sudah kami implementasikan sejak 2020,” pungkasnya.
Sebelumnya, studi Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengungkapkan potensi kerugian dari operasional PLTU di sekitar DKI Jakarta jika tidak memenuhi standar emisi.
Melansir Bloomberg, Selasa (12/9/2023), kerugian tersebut disebabkan oleh faktor kesehatan, seperti biaya pengobatan, ketidakhadiran di tempat kerja karena sakit, bahkan kematian yang disebabkan pencemaran udara oleh PLTU.
CREA mengungkapkan dengan menggunakan teknologi terbaik yang tersedia untuk mengendalikan emisi dari PLTU Suralaya, pemerintah setidaknya dapat menghemat Rp14,7 triliun per tahun, sementara dengan menegakkan batas emisi nasional saja dapat menghemat hingga Rp2,6 triliun.