Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Desak Mendag Segera Bayar Utang Minyak Goreng Rp344 Miliar ke Peritel

DPR khawatir berlarutnya penyelesaian pembayaran utang rafaksi minyak goreng membuat peritel tak lagi percaya dan enggan terlibat dalam kebijakan pemerintah.
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong Kementerian Perdagangan agar segera menyelesaikan proses pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Anggota DPR Komisi VI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Mufti Anam mengingatkan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) bahwa persoalan utang rafaksi minyak goreng kepada Aprindo penting untuk segera diselesaikan. Menurutnya, Aprindo telah berjasa dalam upaya menstabilkan pasokan dan harga minyak goreng di masyarakat saat terjadi kelangkaan pada awal 2022.

Sebagaimana diketahui, para pengusaha ritel yang tergabung dalam Aprindo telah menjalankan kebijakan Permendag No.3/2022 dengan menjual harga minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter pada pertengahan Januari 2022. Padahal, saat itu modal pembelian minyak goreng sudah lebih dari Rp17.000 per liter.

Adapun, dalam beleid tersebut, selisih harga minyak goreng tersebut akan dibayarkan pemerintah menggunakan anggaran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun, hingga kini klaim selisih harga oleh Aprindo belum dibayarkan pemerintah.

"Bayangkan di tengah harga minyak goreng dulu tinggi, bahkan enggak ada di pasaran, itu pahlawannya Aprindo," ujar Mufi dalam rapat kerja bersama Mendag Zulhas di kompleks parlemen, Senin (4/9/2023).

Mufti mengatakan, Kemendag perlu menunjukkan integritasnya dalam menjalankan kewajiban berdasarkan aturan yang telah dibuat sebelumnya, meskipun Permendag No.3/2022 telah dicabut dan digantikan oleh Permendag No.6/2022 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.

Adapun, klaim yang diajukan oleh 31 perusahaan ritel anggota Aprindo, yakni mencapai Rp344 miliar. Mufti menuturkan, apabila utang tersebut tidak kunjung dibayar, dikhawatirkan bakal memicu sikap ketidakpercayaan para pengusaha ritel terhadap pemerintah.

"Jangan sampai ini tidak dibayar, kemudian berikutnya tiba-tiba harga CPO [crude palm oil] naik, kemudian minyak goreng naik, mereka tidak mau lagi terlibat dalam urusan kebijakan dengan pemerintah," tuturnya.

Di sisi lain, Mufti memandang klaim rafaksi minyak goreng Aprindo sebesar Rp344 miliar bisa dengan mudah dibayarkan oleh BPDPKS yang memiliki dana dari pungutan ekspor kelapa sawit.

"Biar duit BPDPKS tidak hanya untuk mensubsidi Biosolar yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan persoalan rakyat," kata Mufti.

Berdasarkan catatan Bisnis, Jumat (18/8/2023), 31 perusahaan ritel yang terdiri atas 45.000 gerai toko, termasuk Alfamart, Indomaret, dan Transmart mengancam akan mengurangi dan memboikot minyak goreng di gerai mereka. Rencana aksi mereka sebagai desakan kepada Kemendag untuk segera menyelesaikan proses pembayaran utang rafaksi yang telah molor sejak Februari 2022.

Kemendag berdalih bahwa dasar hukum rafaksi, yakni Permendag No.3/2022 tidak berlaku lagi, hingga meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, dan meminta audit ulang hasil verifikasi data klaim oleh BPKP, meskipun akhirnya permintaan tersebut ditolak oleh BPKP.

Teranyar, Kemendag melalui Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan, saat ini hasil verifikasi data klaim tengah ditelaah secara internal oleh Kemendag. Perbedaan jumlah tagihan antara verifikasi Sucofindo dan klaim peritel dan produsen menjadi faktor utama mereka menunda menyerahkan data verifikasi ke BPDPKS.

Dalam waktu dekat, Kemendag akan melakukan rakortas dengan Kemenko Perekonomian untuk membahas penyelesaian ihwal utang rafaksi minyak goreng tersebut.

"Karena ada perbedaan jumlah tagihan itu, jadi kami melakukan review ulang di internal kami di Kemendag," kata Isy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper