Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Desak Pemerintah Lunasi Utang Minyak Goreng, Gimni: Jangan Dibuat Ribet!

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan pembayaran utang rafaksi minyak goreng kepada peritel
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pengunjung memilih minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Senin (31/7/2023). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, SEMARANG - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia atau Gimni mendesak pemerintah untuk segera membayarkan utang selisih harga jual atau rafaksi minyak goreng kepada pengusaha ritel. 

Direktur Eksekutif Gimni Sahat M. Sinaga menilai pemerintah justru merumitkan masalah pembayaran rafaksi minyak goreng dengan membawa hasil audit hingga ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Padahal, dana yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) merupakan potongan dari bea keluar eksportir sawit.

“Jangan terlalu diribetkan,” kata Sahat kepada Bisnis, Senin (21/8/2023). 

Menurutnya, sikap pemerintah yang tak kunjung membayar rafaksi minyak goreng justru berdampak buruk terhadap perekonomian dalam negeri. Apalagi, kata dia, investor asing bukan tidak mungkin juga melihat masalah ini.

“Jadi cobalah berpikir keluar, jangan hanya di tempurung kelapa. Ini harus dilihat konsekuensinya internationally gimana,” ujarnya.

Sahat menilai kepercayaan masyarakat maupun investor asing akan meningkat jika pemerintah dapat memenuhi hak peritel.

Adapun, tindakan yang akan ditempuh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) untuk memperoleh pelunasan utang rafaksi minyak goreng dapat dipahami oleh Gimni. Pasalnya, para peritel mengalami kerugian yang cukup besar karena masalah ini. 

“Kalau menurut saya, Gimni, sudahlah itu tidak usah diribetkan. Audit yang ada dipercayai, bayar sudah. Kok sulit, cuma sebegitu aja kok ribet, kan nggak sampai triliunan itu,” jelasnya. 

Sebelumnya Aprindo mengancam untuk mengurangi bahkan menghentikan pembelian minyak goreng dari distributor, jika utang rafaksi minyak goreng yang diklaim sebesar Rp344 miliar tidak dibayar dalam waktu dekat.  

Mereka juga berencana untuk berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenpolhukam), pemotongan tagihan kepada distributor oleh perusahan peritel, serta gugatan hukum ke PTUN melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo. 

“Aprindo sendiri tidak bisa membendung rencana-rencana tersebut. Aprindo nggak ada menginisiasi,” kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey di Jakarta, Jumat (18/8/2023). 

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengungkapkan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri akan kembali mengajak Aprindo untuk mencari solusi terbaik dari masalah ini. 

Adapun, Kemendag hingga saat ini masih mempelajari dan melihat masalah tersebut, guna menentukan sikap kementerian ke depannya. Mengingat peraturan terkait rafaksi minyak goreng yang berlaku pada masa kepemimpinan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sudah dicabut alias tidak berlaku lagi. 

“Kita nggak bisa tanpa ada asesmen yang tepat,” kata Jerry saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (18/8/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper