Bisnis.com, JAKARTA - Penguasa ritel mengancam bakal mengurangi hingga menghentikan pembelian minyak goreng dari supplier atau produsen imbas dari molornya pembayaran utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada mereka.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perdagangan telah menunda proses pembayaran utang rafaksi minyak goreng kepada pengusaha ritel sejak Februari 2022.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey membeberkan lima hal yang akan dilakukan para peritel sebagai desakan terhadap pemerintah untuk segera menunaikan kewajiban pembayaran rafaksi. Tiga hal di antaranya, kata Roy, murni akan dilakukan oleh 31 perusahaan ritel yang terdampak, termasuk Indomaret, Alfamart, Hypermart, dan Transmart.
"Akan ada pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng oleh perusahaan ritel kepada distributor," ujar Roy dalam konferensi pers, Jumat (18/8/2023).
Selain itu, perusahaan ritel juga berencana akan mengurangi pembelian minyak goreng mereka dari distributor minyak goreng apabila rafaksi minyak goreng tidak kunjung dibayar dalam waktu dekat.
Bahkan, skenario terburuk yang akan dipilih oleh 31 perusahaan ritel itu, yakni menghentikan pembelian minyak goreng dari distributor apabila tidak ada kepastian sama sekali kapan hak mereka akan dibayarkan.
Baca Juga
"Aprindo sendiri tidak bisa membendung rencana-rencana tersebut. Aprindo enggak ada menginisiasi," tuturnya.
Di sisi lain, dua hal yang akan dilakukan Aprindo untuk mendorong penyelesaian polemik utang rafaksi minyak goreng, yakni terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam).
Selanjutnya, Roy menyebut, langkah terakhir yang bisa dilakukan adalah menggungat Kementerian Perdagangan beserta aturannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Kenapa enggak langsung kita ke PTUN? karena anggota [ritel] minta untuk jalanin empat langkah yang tadi dahulu. Jadi Aprindo ngikut saja," kata Roy.
Roy mengatakan, jumlah toko ritel dari 31 perusahaan ritel yang akan melakukan aksi tersebut mencapai 45.000 toko di seluruh Indonesia, yang terdiri atas 21.000 jaringan Alfamart, 22.000 jaringan Indomaret, dan sisanya termasuk jaringan Transmart, Hypermart, dan Ramayana.
Adapun, perusahaan ritel telah menunggu pembayaran selisih harga penjualan minyak goreng sejak Februari 2022. Saat itu, peritel diwajibkan menjual minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No.3/2022. Padahal modal pembelian mereka sudah di atas Rp17.620 per liter.
Jumlah utang rafaksi yang diklaim oleh 31 perusahaan ritel mencapai Rp344 miliar. Namun, proses pembayaran tersebut masih terhambat di Kementerian Perdagangan yang tak kunjung menyerahkan hasil verifikasi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BDPKS) yang memiliki anggaran untuk pembayaran utang rafaksi.
Kemendag berdalih dasar hukum aturan rafaksi tidak berlaku lagi hingga meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagug) dan meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) meninjau ulang hasil audit Sucofindo. Kemendag menyebut adanya perbedaan antara nilai utang yang diklaim peritel dengan hasil verifikasi Sucofindo.
Meskipun pendapat hukum Kejagung menyatakan ada kewajiban pemerintah membayar utang rafaksi tersebut dan penolakan BPKP untuk mengaudit ulang, peritel memandang bahwa Kemendag masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera menyelesaikan polemik tersebut.