Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terus berupaya mencari keadilan agar pembayaran utang selisih harga penjualan atau rafaksi minyak goreng pemerintah kepada mereka segera dibayarkan.
Para pengusaha ritel mengaku telah melapor kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal polemik minyak goreng tersebut. Namun, hingga kini belum direspons pihak Istana Negara.
"Bahkan kami sudah tiga kali bersurat ke Presiden tetapi belum digubris," ujar Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey dalam konferensi pers, Jumat (18/8/2023).
Roy mengatakan bahwa para pengusaha ritel yang terdampak program rafaksi minyak goreng berharap agar bisa menyampaikan masalah mereka langsung kepada Presiden. Musababnya, para pengusaha ritel memandang tidak ada itikad Kemendag untuk segera menyelesaikan proses pembayaran rafaksi minyak goreng yang telah belarut-larut 1,5 tahun lamanya.
"Mungkin [surat] diterima Setneg [sekretaris negara] diteruskan ke Kemendag. Kami mohon waktu audiensi dengan presiden, kami mengerti kesibukan presiden," tuturnya.
Roy menyebut jumlah rafaksi yang diklaim oleh 31 perusahaan ritel mencapai Rp344 miliar. Adapun, anggaran pembayaran rafaksi berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Baca Juga
Namun, proses pembayaran tersebut masih terhambat di Kementerian Perdagangan yang tak kunjung menyerahkan hasil verifikasi kepada BPDPKS yang memiliki anggaran untuk pembayaran utang rafaksi.
Kemendag berdalih dasar hukum atau aturan rafaksi tidak berlaku lagi hingga meminta pendapat hukum dari Kejaksaan Agung (Kejagug) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meninjau ulang hasil verifikasi Sucofindo.
Meskipun pendapat hukum Kejagung menyatakan ada kewajiban pemerintah membayar utang rafaksi tersebut dan penolakan BPKP untuk mengaudit ulang, peritel memandang bahwa Kemendag masih belum menunjukkan tanda-tanda akan segera menyelesaikan polemik tersebut.
Adapun, pengusaha ritel telah menunggu pembayaran selisih harga penjualan minyak goreng pada Februari 2022. Saat itu, peritel diwajibkan menjual minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter sesuai Peraturan Menteri Perdagangan No.3/2022. Padahal modal pembelian mereka sudah Rp17.620 per liter.
Berdasarkan catatan Bisnis, Minggu (16/7/2023), Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima hasil verifikasi pembayaran utang rafaksi dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kemendag Isy Karim.
Di satu sisi, Eddy mengaku pihaknya sudah mengalokasikan dana untuk pembayaran rafaksi minyak goreng tersebut kepada produsen yang nantinya akan diteruskan pembayaran selisih penjualan kepada peritel.
"Begitu kami terima hasil verifikasi Kemendag, akan langsung dibayarkan sesuai hasil verifikasi," kata Eddy.