Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag), buka suara soal informasi terbaru penyelesaian utang selisih harga atau rafaksi minyak goreng kepada produsen dan pengusaha ritel.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim menyebut dalam waktu dekat, pihaknya akan menggelar pertemuan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) untuk membahas soal pembayaran utang tersebut.
"Sampai saat ini baru dijadwalkan bertemu minggu depan dengan Kemenko Perekonomian," ujar Isy saat ditemui di kawasan Kalideres, Rabu (30/8/2023).
Dia mengatakan bahwa koordinasi Kemendag dengan instansi yang dipimipin Airlangga Hartarto itu merupakan arahan dari Kemenko Polhukam.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Kementerian yang dipimpin oleh Mahfud MD itu memanggil sejumlah pihak yang terlibat polemik utang rafaksi tersebut, mulai dari Kemendag, pengusaha ritel, produsen, Kejaksaan Agung, hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Hasil keputusan di Kemenko Polhukam juga mengembalikan ke Kemendag dan Kemenko Perekonomian. Jadi nanti ada rakortas dengan Kemenko Perekonomian, kita tunggu dulu hasilnya seperti apa," tuturnya.
Baca Juga
Adapun Isy membeberkan alasan pembayaran rafaksi tertunda cukup lama. Perbedaan jumlah tagihan menjadi persoalan utama Kemendag dalam menyerahkan data klaim rafaksi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang memiliki anggaran untuk selisih harga minyak goreng tersebut.
"Karena ada perbedaan jumlah tagihan itu, jadi kami melakukan review ulang di internak kami, di Kemendag," beber Isy.
Berdasarkan catatan Bisnis, Selasa (22/8/2023), Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel (Aprindo), Roy Nicholas Mandey menyebut total klaim selisih harga minyak goreng oleh 31 perusahaan ritel sebesar Rp344 miliar.
Di sisi lain, Kemendag menyebut hasil verifikasi Sucofindo mencapai sebesar Rp474,8 miliar, dan klaim rafaksi yang diajukan 54 pelaku usaha yang terdiri dari produsen dan peritel mencapai Rp812,72 miliar.
Sebagai informasi, pemerintah melalui Permendag No.3/2022 mewajibkan pengusaha ritel untuk menjual minyak goreng kemasan satu harga Rp14.000 per liter mulai 19 januari 2022.
Kebijakan tersebut hanya berlaku hingga akhir Januari dan digantikan dengan Permendag No.6/2022 tentang penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. Padahal saat itu modal pembelian minyak goreng oleh pengusaha ritel sudah mencapai Rp17.650 per liter.
Adapun dalam pasal 11 Permendag No.3/2022, selisih harga tersebut akan dibayar menggunakan dana BPDPKS paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi yang disampaikan kepada BDPKS.
Namun, sampai saat ini proses pembayaran utang rafaksi mandek di Kemendag hingga membuat pengusaha ritel geram dan berencana memboikot minyak goreng di gerai mereka. Rencana aksi boikot tersebut sebagai upaya mendesak pemerintah agar segera menunaikan kewajibannya membayar utang rafaksi tersebut kepada mereka.