Bisnis.com, BANDUNG- Kebijakan European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) alias Undang-Undang Antideforestasi Eropa yang menghambat laju perdagangan minyak kelapa sawit, dapat ditangkal melalui kehadiran bursa perdagangan Crude Palm Oil (CPO).
Ketua Tim Peneliti LPEM FEB UI, Eugenia Mardanugraha mengatakan Indonesia harus membangun pasar keuangan sawit yang mapan dan mendukung iklim usaha industri hingga dapat mengalahkan Uni Eropa.
"Kalau misalkan semua pedagang sawit berdagang di bursa Indonesia, itu artinya keuntungan dari jasa perdagangan sawit bisa dinikmati sepenuhnya oleh Indonesia," kata Eugenia di Bandung, Kamis (24/8/2023).
Menurutnya, kebijakan EUDR yang mencegah impor produk-produk pertanian dan hutan terkait deforestasi ilegal tersebut tak lebih dari siasat Eropa menghambat kemajuan industri Indonesia, termasuk industri kelapa sawit.
Apalagi, masa depan industri sawit Indonesia ditentukan oleh mereka yang mengendalikan harga sawit internasional. Semakin maju pasar keuangan atau bursa CPO Indonesia, Eropa semakin kehilangan kekuatan untuk mengendalikan harga.
“Dengan regulasi itu mereka berupaya mengendalikan harga sawit internasional,” imbuhnya.
Baca Juga
Untuk itu, Indonesia harus menguasai pasar keuangan. Sebab, upaya membangun industri ini, tidak cukup hanya dengan mengendalikan pasokan saja.
Selain tata kelola, penguasaan pasar keuangan juga sangat menentukan prospek dan masa depan industri kelapa sawit Indonesia.
Eugenia juga menerangkan beberapa dampak yang akan terjadi imbas penerapan EUDR yakni penurunan permintaan minyak sawit. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan harga sawit dan meningkatkan harga minyak nabati lainnya.
"Ekspor Indonesia dan potensi pendapatan dari pasar minyak sawit pun terpengaruh," tuturnya.
Dampak berikutnya yakni penyesuaian pasokan. Jika permintaan dari Uni Eropa menurun, maka ada potensi produsen dan eksportir sawit Indonesia harus menyesuaikan produksi dan pasokan.
Senada, Mukhamad Faisol Amir dari Centre for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga mengakui tekanan terhadap industri minyak sawit yang menjadi satu-satunya minyak nabati yang dikeluarkan dari renewable energy oleh Uni Eropa.
“Mereka tidak memasukkan sawit sebagai minyak nabati yang direkomendasikan untuk digunakan dalam memproduksi biofuel,” tambahnya.
Hal tersebut semakin menguatkan alasan Indonesia untuk terus memperkuat posisi di pasar internasional dan memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan.
“Indonesia harus segera keluar dari ketergantungan pasar dari negara-negara yang menerapkan hambatan dagang seperti Uni Eropa,” pungkasnya.