Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Gabah Melonjak, Usaha Penggilingan Padi Makin Tercekik

Usaha penggilingan padi makin tercekik usai harga gabah terus melonjak dalam beberapa bulan terakhir.
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman
Petani menjemur gabah hasil panen di Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/7/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Usaha penggilingan padi makin tercekik menyusul harga gabah yang melonjak akibat penurunan produksi.

Ketua Umum Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar), Syaiful Bahari mengatakan harga gabah saat ini telah melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) No. 6/2023 sebesar Rp5.000 per kilogram.

Dia menambahkan harga gabah kering panen (GKP) rata-rata mencapai sekitar Rp6.500 - Rp7.000 per kilogram. Kenaikan harga tersebut terjadi akibat penurunan produktivitas di tingkat petani.

"Banyak usaha penggilingan padi rakyat skala kecil tutup, imbas harga gabah yang terlampau tinggi," katanya saat dihubungi, dikutip Senin (21/8/2023).

Dia menilai pengusaha penggilingan padi tidak sanggup untuk membeli gabah yang terlalu mahal. Hanya usaha penggilingan skala besar yang masih bertahan karena memiliki modal besar.

Faktor tersebut, lanjutnya, menjadi penyebab berkurangnya suplai beras ke pasar. Alhasil, harga beras mengalami kenaikan.

Berdasarkan data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), rata-rata harga beras kualitas medium secara nasional pada Agustus 2023 telah menyentuh Rp12.000 per kilogram.

Harga beras medium pada Agustus 2023 mengalami kenaikan 10,8 persen dibandingkan rata-rata harga pada Januari 2023 sebesar Rp10.830 per kilogram.

Syaiful berpendapat harga beras medium tidak mungkin terkoreksi turun. Ada kemungkinan harga beras justru akan terus naik hingga akhir tahun ini.

Dia menyebut hal terburuk yang mungkin terjadi di akhir tahun adalah kelangkaan beras. Pemerintah dinilai terlambat dalam mengantisipasi risiko krisis beras di tahun ini.

Padahal, pemerintah seharusnya sudah mengambil ancang-ancang menghadapi krisis beras sejak beberapa tahun lalu saat produksi beras mulai mengalami penurunan dan sumber impor masih terbuka lebar.

Sebagaimana diketahui, adanya ancaman kekeringan karena El Nino membuat sejumlah negara produsen beras dunia saat ini melakukan restriksi ekspor beras mereka, terutama India dan Thailand. Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam lima tahun terakhir cenderung stagnan dan menurun.

Pada 2018 produksi beras nasional mencapai 33,94 juta ton; 2019 turun menjadi 31,31 juta ton; 2020 sebanyak 31,5 juta ton; 2021 sebanyak 31,36 juta ton; 2022 sebanyak 31,54 juta ton; dan 2023 diperkirakan produksi beras mencapai 31,5 juta ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper