Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi memperkirakan pendapatan per kapita Indonesia dapat menyentuh di angka Rp331 juta atau US$25.000 dalam waktu 22 tahun mendatang, dengan kebijakan hilirisasi mineral saat ini sebagai motor pertumbuhan.
Jokowi menambahkan, pendapatan per kapita dapat naik ke angka Rp153 juta (US$10.900) untuk jangka 10 tahun mendatang. Jokowi menggarisbawahi peningkatan pendapatan itu bakal naik dua kali lipat pada periode 10 mendatang apabila kebijakan penghiliran tetap dipegang saat itu.
"Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin, kita berada di angka Rp71 juta. Artinya dalam 10 tahun lompatannya bisa dua kali lipat lebih, di mana fondasi untuk menggapai itu semua sudah kita mulai," kata Jokowi saat menyampaikan Pidato Kenegaraan di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Dalam jangka 15 tahun, Jokowi menambahkan, pendapatan per kapita dapat menyentuh di angka Rp217 juta (US$15.800).
Di sisi lain, dia menggarisbawahi, kebijakan moratorium ekspor bijih mineral belakangan telah menarik investasi yang masif untuk pembentukan industri nasional. Misalkan, dia mencontohkan, Indonesia telah memiliki 43 pabrik pengolahan nikel sejak pengehentian izin ekspor diterbitkan pada Januari 2020 lalu.
"Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga pahit bagi pendapatan negara jangka pendek, tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya," tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan pemerintah seharusnya menggalakkan kebijakan industrialisasi yang menurutnya bisa lebih mendorong penciptaan rantai bisnis terstruktur.
"Sayangnya tidak ada yang namanya strategi industrialisasi, yang ada kebijakan hilirisasi," kata Faisal Basri dalam diskusi Kajian Tengah Tahun Indef, Selasa (8/8/2023).
Dia menjelaskan pentingnya strategi agar tidak hanya meningkatkan nilai tambah, kebijakan industrialisasi juga akan mendorong struktur industri dan ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat.
Realitas yang terjadi saat ini, kata Faisal, program hilirisasi pemerintah lebih banyak dinikmati China ketimbang Indonesia sendiri.
Indonesia baru sebatas memproses bijih nikel menjadi nickel pig iron (NPI) atau feronikel. Sementara itu, 99 persen dari NPI ini diekspor ke China. Dengan demikian, menurutnya kebijakan tersebut lebih mendukung pengembangan industri di China.
"Sungguh dari hilirisasi kita tidak dapat banyak, maksimum 10 persen, 90 persennya lari ke China," tutur Faisal.