Bisnis.com, SOLO - Jokowi dan Faisal Basri saling bantah soal hilirisasi yang untungkan China. Seperti diketahui, Jokowi telah angkat suara tentang kritikan yang datang dari Faisal Basri.
Sebelumnya memang, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menyebutkan bahwa pengembangan smelter yang menghasilkan nikel setengah jadi dinilai hanya menguntungkan industri China.
Namun dengan tegas, Jokowi mengatakan bahwa hilirisasi sangat menguntungkan Indonesia.
"Ngitunganya gimana? Kalau hitungan saya berikan contoh nikel, saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp 510 triliun," terang Presiden Jokowi menjawab pernyataan Faisal, 10 Agustus 2023 lalu.
Meski demikian, Faisal Basri kembali menjawab bantahan presiden tersebut. Bantahan terbaru Faisal Basri ditulis panjang di blog pribadinya.
Menurut Faisal, angka-angka yang disampaikan Presiden tidak jelas sumber hitungannya.
Baca Juga
Dalam kalimatnya, Faisal Basri mengatakan bahwa Presiden hendak meyakinkan bahwa kebijakan hilirisasi nikel amat menguntungkan Indonesia dan tidak benar tuduhan bahwa sebagian besar kebijakan hilirisasi dinikmati oleh China.
Akan tetapi jika berdasarkan data 2014, nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun. Ini didapat dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp11,865 per US$.
"Lalu, dari mana angka Rp510 triliun? Berdasarkan data 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah US$27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per US$, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) setara dengan Rp413,9 triliun," tanya Faisal Basri.
Meski demikian, terlepas dari data-data yang disampaikan Presiden, Faisal mengakui bahwa ada peningkatan ekspor dari hasil hilirisasi, yaitu 414 kali lipat sungguh sangat fantastis.
Namun pertanyaannya kemudian adalah apakah uang tersebut benar-benar mengalir ke Indonesia?
Pertanyaan ini muncul lantaran menurut Faisal Basri hampir semua perusahaan smelter pengolah bijih nikel 100 persen dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas.
Dengan demikian, maka adalah hak perusahaan China untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.