Bisnis.com, JAKARTA — Raksasa migas Jepang, Inpex Corporation menegaskan pentingnya aset yang dimiliki perusahaan di Blok Masela, Kepulauan Tanimbar, Maluku untuk portofolio bisnis hulu jangka panjang mendatang.
Sikap itu disampaikan Presiden & CEO Inpex Takayuki Ueda saat memberi keterangan dalam agenda penyampaian kinerja keuangan semester I/2023 secara daring.
“Abadi [Masela] itu adalah green field, jadi akan sangat berisiko tinggi, tapi dari kacamata kami aset itu bisa jadi penting untuk akumulasi jangka panjang nantinya,” kata Takayuki seperti dikutip, Minggu (13/8/2023).
Takayuki mengatakan, Inpex tengah melanjutkan penyelesaian lelang desain rinci (front end engineering design/FEED) dan keputusan akhir investasi (final investment decision/FID) selepas rampungnya transaksi divestasi 35 persen hak partisipasi Shell Upstream Overseas Services (I) Limited (SUOS), anak usaha Shell plc.
Ihwal penyelesaian FEED dan FID tersebut, kata Takayuki, INPEX tengah berkoordinasi intensif dengan PT Pertamina (Persero) dan Petroliam Nasional Berhad atau Petronas sebagai mitra kerja baru pengganti Shell. Diskusi itu diharapkan dapat mempercepat pengerjaan proyek yang telah lama terbengkalai tersebut.
“Kami menargetkan dapat mendapatkan internal rate of return sekitar 10 persen dari Lapangan Abadi, sebagian besar di atas biaya modal rata-rata tertimbang [WACC],” kata dia.
Baca Juga
Inpex bersama dengan konsorsium Pertamina dan Petronas diketahui tengah membentuk tim kerja untuk menyusun rencana percepatan pengerjaan proyek strategis nasional senilai US$19,8 miliar yang telah lama terbengkalai tersebut.
“Akan dibentuk tim bulan Agustus ini untuk menyiapkan rencana kerja, diharapkan dalam 3 bulan rencana kerja selesai,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif, Jumat (28/7/2023).
Selepas perumusan rencana kerja itu, Arifin mengatakan, operator bersama dengan konsorsium bakal mengajukan revisi PoD kepada Kementerian ESDM sebagai komitmen dan strategis penyelesaian proyek ladang gas di portofolio Indonesia timur itu.
“Habis itu akan mengajukan rencana pengembangan [PoD], kalau PoD jalan kita ada kepastian kapan produksi pertama bisa terjadi,” kata dia.
Di sisi lain, Arifin memastikan proyek pengembangan Blok Masela bakal tetap menggunakan sistem kombinasi darat (onshore) dan laut (offshore) untuk memastikan nilai investasi dari rencana pengembangan lapangan yang ada sebelumnya.
Lewat sistem kombinasi itu, pengeboran dasar laut bakal dilakukan di kedalaman 600 meter serta kedalaman sumur 4.000 meter, gas yang didapat akan diolah dalam bangunan apung bernama floating production, storage and offloading (FPSO) untuk dimurnikan dari kandungan zat lain.
Setelah dimurnikan di FPSO, gas bakal disalurkan menuju kilang gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) yang ada di darat melalui pipa bernama Gass Export Pipeline (GEP) yang berjarak 175 kilometer serta melalui palung-palung laut.
Adapun, Blok Masela merupakan salah satu prospek ladang migas terbesar di Indonesia. Produksinya diestimasikan dapat mencapai 1.600 juta kaki kubik per hari (MMscfd) gas atau setara 9,5 juta ton LNG per tahun MTPA dan gas pipa 150 MMscfd, serta 35.000 barel kondensat per hari (bcpd).
Proyek yang diperkirakan menelan biaya investasi hingga US$19,8 miliar itu menjadi aset pengelolaan gas terbesar kedua dari Inpex, setelah Ichthys LNG Project di Australia. Proyek Blok Abadi Masela itu bakal menutupi lebih dari 10 persen kebutuhan impor LNG tahunan Jepang nantinya. Di sisi lain, proyek itu juga diharapkan dapat menjaga ketahanan pasokan energi di Indonesia, Jepang, dan beberapa negara Asia lainnya.