Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat total komitmen investasi dari optimasi pengembangan lapangan (OPL) Banyu Urip, Blok Cepu tembus US$203,5 juta setara dengan Rp3,08 triliun (asumsi kurs Rp15.180 per dolar AS).
Sementara itu, tambahan penerimaan negara dari kegiatan pengembangan lapangan Banyu Urip ditaksir mencapai sekitar US$2,1 miliar atau setara dengan Rp31,87 triliun. Perolehan itu mengambil porsi 80,9 persen dari pendapatan kotor operator lapangan, ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL).
Koordinator Pengawasan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Prima K Panggabean mengatakan komitmen investasi itu dapat mengerek tambahan cadangan minyak EMCL ke level 42,92 juta barel minyak (MMBO).
Seperti diketahui, EMCL menyampaikan komitmen untuk pengeboran 5 sumur infill carbonate dan 2 sumur clastic yang ditargetkan first oil pada 2028 mendatang.
Prima mengatakan pemerintah telah memberikan insentif yang cukup progresif untuk menopang OPL yang disampaikan EMCL sejak 2021 lalu.
“Jenis insentif di antaranya perubahan split bagi hasil net after tax melalui penyesuaian tarif PPh Badan sebesar 20 persen dengan tarif branch profit tax sebesar 20 persen,” kata Prima kepada Bisnis, Kamis (10/8/2023).
Baca Juga
Dengan demikian, Prima menggarisbawahi, effective tax rate dari EMCL untuk OPL ini menjadi 36 persen yang awalnya berada di angka 44 persen.
“Perubahan ini berlaku efektif sejak 2022,” kata dia.
Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) bersama dengan EMCL mempercepat jadwal OPL Banyu Urip ke Februari 2024, setelah sebelumnya ditenggat pada September tahun depan.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan percepatan OPL Banyu Urip itu diharapkan dapat meningkatkan produksi tambahan lapangan sekitar 18 ribu barel minyak per hari (bopd) di tengah penyusutan produksi yang serius beberapa tahun terakhir.
“Sekarang itu produksinya Blok Cepu 157 bopd dan dengan potensi yang dua infill dan clastic itu ada kenaikan sekitar 18 ribu, jadi tentu [EMCL] akan kembali jadi [produsen] nomor satu,” kata Dwi saat ditemui selepas penandatangan kontrak rig antara EMCL dengan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) di kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/8/2023).
Kontrak pengadaan rig untuk lapangan Banyu Urip itu dimenangkan oleh PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI), dengan kesepakatan 7 sumur tajak nantinya. Adapun, tajak pertama diperkirakan dapat dimulai pada Maret 2024.
Penandatanganan dilakukan oleh Muhammad Nurdin Senior Vice President Production ExxonMobil Indonesia dan Rio Dasmanto Direktur Utama PDSI yang disaksikan Dwi, Deputi Dukungan Bisnis Rudi Satwiko, Deputi Eksploitasi Wahju Wibowo, Carole Gall dan jajaran terkait.
“Setelah eksplorasi dua ini nanti kita lihat, mudah-mudahan cadangan dan reservoir-nya mendukung untuk dapat yang lebih besar,” kata Dwi.
Berdasarkan penilaian teknis, cadangan minyak Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu telah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 940 juta barel minyak dari 450 juta barel minyak saat final investment decision (FID). Meski demikian, tingkat produksi minyak dari Lapangan Banyu Urip itu kini sudah mulai menurun secara alamiah.
Kegiatan produksi minyak Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu, dimulai pada 2008 dan fasilitas produksi utama mulai dioperasikan pada kuartal 4 tahun 2015. Kontrak Kerja Sama (KKS) Cepu ditandatangani pada 17 September 2005, mencakup wilayah kontrak Cepu di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), Ampolex Cepu Pte Ltd., PT Pertamina EP Cepu dan empat Badan Usaha Milik Daerah: PT Sarana Patra Hulu Cepu (Jawa Tengah), PT Asri Dharma Sejahtera (Bojonegoro), PT Blora Patragas Hulu (Blora) dan PT Petrogas Jatim Utama Cendana (Jawa Timur) yang tergabung menjadi kontraktor di bawah KKS Cepu.
ExxonMobil memegang 45 persen dari total saham partisipasi Blok Cepu sisanya PEPC 45 persen dan BUMD 10 persen. KKS Cepu ini akan berlanjut hingga 2035.