Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Peringkat Daya Saing Indonesia Naik ke Posisi 34 Dunia, LM FEB UI Beberkan 5 'PR' Pemerintah

Peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi 34 berdasarkan hasil riset World Competitiveness Ranking 2023, naik dari posisi ke-44 pada 2022.
Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia
Gedung bertingkat di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan. JIBI/Feni Freycinetia

Bisnis.com, JAKARTA – Peringkat daya saing Indonesia berada pada posisi 34 berdasarkan hasil riset World Competitiveness Ranking 2023, naik dari posisi ke-44 pada 2022.

Pada tingkat Asia Pasifik, Indonesia tercatat menempati peringkat ke-10 dari 14 negara, di atas Jepang, India, dan Filipina.

Managing Director Lembaga Manajement (LM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Willem Makaliwe menyampaikan lima rekomendasi strategi prioritas yang perlu terus didorong agar daya saing Indonesia terus meningkat.

Pertama, mengawal reformasi pemerintahan secara persisten. Kedua, percepatan pengembangan ekonomi luar Jawa. Ketiga, menyempurnakan infrastruktur digital. 

Keempat, berkomitmen dalam transisi energi, serta kelima, mendukung pengembangan tenaga kerja berkompetensi tinggi.

Pada kesempatan yang sama, Head of Consulting and Research LM FEB UI Bayuadi Wibowo menjelaskan lima rekomendasi tersebut. Perta, terkait reformasi struktural yang terkait tata kelola, menurutnya peningkatan daya saing harus dilakukan dengan memperbaiki birokrasi.

“Kita harus melihat ada indeks indikator yang masih lemah, terutama indeks korupsi. Pada 2015 masih 88 dibandingkan 168 negara, tapi 2020 di atas 100. Itu menunjukkan kita mengalami kemunduran, jadi tentunya kalau perbaikan reformasi birokrasi, good governance, tata kelola dari pemerintahan bisa ditingkatkan, itu akan memperbaiki citra dan memberikan kepastian hukum,” jelasnya.

Kedua, Bayuadi mengatakan bahwa saat ini distribusi ekonomi nasional sekitar 58 persen ada di Jawa dan 22 persen di Sumatera. Kondisi ini akan berbahaya dalam jangka panjang jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari Jawa dan Sumatera saja.

Selain itu, ketimpangan terutama untuk masyarakat di luar Jawa dan Sumatera dikhawatirkan semakin meningkat.

Ketiga, dia mengatakan digitalisasi jangan hanya berfokus pada infrastruktur saja, tapi juga pada kompetensi terkait penguasaan teknologinya. 

Keempat, terkait transisi energi, saat ini penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia baru sekitar 12,3 persen. Padahal, targetnya adalah sekitar 23 persen dan jika tidak bisa mempercepat transisi, maka akan membebani APBN.

Kelima, dengan Indonesia yang akan mencapai puncak bonus demografi, tantangan ke depan menurutnya yaitu bagaimana Indonesia lepas dari middle income trap.

“Untuk lepas itu salah satunya dengan penguasaan teknologi dengan peningkatan pendidikan,” tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper