Bisnis.com, JAKARTA - Sebagian besar turis China masih enggan untuk berlibur ke luar negeri, meski kebijakan zero Covid sudah dicabut enam bulan lalu.
Kedatangan turis China sendiri sangat dinanti-nantikan terutama bagi negara-negara Asean seperti Indonesia dan Singapura, Negara terbanyak penduduknya ini menyumbang lebih dari 20 persen dari semua wisatawan yang datang ke negaranya. Hal ini, menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai sumber wisatawan tunggal terbesar mereka.
Selain itu, pariwisata menjadi sangat penting bagi banyak ekonomi Asia-Pasifik khususnya negara-negara Asean. Bank Dunia pada 2018 mencatat, pariwisata berkontribusi antara 5 hingga 25 persen dari total produk domestik bruto (PDB) dan 20 persen dari total lapangan kerja sebelum pandemi.
Associate Economist di Moody’s Analytics Jeemin Bang mengungkapkan, ada sejumlah faktor yang membuat turis China lebih memilih melakukan perjalanan di negaranya dibandingkan harus bepergian ke luar negeri.
“Turis China punya alasan untuk tinggal di rumah,” kata Jeemin Bang dalam keterangannya, dikutip Selasa (1/8/2023).
Pertama, biaya penerbangan internasional yang cukup mahal akibat biaya bahan bakar yang lebih tinggi. Kurangnya staf dan pesawat menjadi masalah baru bagi maskapai penerbangan pasca pandemi Covid-19, sehingga turut berdampak pada biaya penerbangan.
Baca Juga
Kedua, jadwal penerbangan masih normal, dengan nomor penerbangan internasional mengikuti level 2019. Selama pandemi, Administrasi Penerbangan Sipil China (Civil Aviation Administration of China) membatasi nomor penerbangan sebagai langkah pengendalian Covid-19.
Terakhir, ada keengganan untuk bepergian ke luar negeri setelah hidup di bawah kendali yang ketat selama pandemi Covid-19.
“Wisatawan lebih cenderung melakukan perjalanan di China, seperti Hainan, sebuah pulau di selatan yang menawarkan pengalaman berbelanja bebas bea untuk menyaingi Hong Kong tanpa memerlukan visa,” jelasnya.
Moody’s Analytics mencatat, pada paruh pertama 2023, jumlah orang yang bepergian ke dalam negeri mulai pulih, sekitar 77,4 persen dari periode yang sama di 2019. Persentase ini tidak tertandingi oleh perjalanan orang China ke negara mana pun.
Kendati begitu, Moody’s Analytics memperkirakan butuh waktu yang lama untuk memulihkan pariwisata China. “Ekonomi dan kepercayaan menjadi kuncinya, tetapi berdasarkan rilis data terbaru, jalan masih panjang,” pungkasnya.