Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mempertimbangkan pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Wakil Menteri ketenagakerjaan Afriansyah Noor menuturkan bahwa sebenarnya kebijakan tersebut berlaku selama 6 bulan, yakni sampai 9 September 2023. Kendati demikian, apabila hasil peninjauan ulang dan kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha menyetujui untuk dicabut, maka pemerintah akan mempertimbangkannya.
"Kalau mereka [pekerja dan pengusaha] juga setuju dicabut aja, kami akan cabut. Kami akan dengarkan aspirasi pengusaha dan pekerja," ujar Afriansyah saat ditemui usai pengukuhan pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023-2028, Senin (31/7/2023).
Melalui Permenaker No.5/2023, pengusaha diizinkan untuk menyesuaikan waktu kerja dan pemotongan gaji karyawan maksimal 25 persen. Afriansyah menegaskan bahwa beleid itu hanya berlaku untuk sektor perusahaan berorientasi ekspor yang terdampak akibat ketidakpastian ekonomi global.
Pemerintah mengeklaim bahwa kebijakan tersebut efektif untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja di industri terkait. Terutama di industri padat karya yang mengalami pelemahan permintaan dari pasar ekspor.
"Sebenarnya positif, cuma pekerjanya yang menganggap tidak positif itu pekerja yang bagaimana? Tapi kan saya bilang ini [beleid] cuma untuk lima bidang usaha, tidak menyeluruh," imbuh Afriansyah yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Bisnis, Rabu (26/7/2023), Partai Buruh dalam aksi unjuk rasanya di kawasan Monumen Nasional (Monas) mengajukan sejumlah tuntutan. Salah satunya menuntut kenaikan upah minimum tahun 2024 sebesar 15 persen.
Presiden Partai Buruh yang juga pimpinan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, tuntutan itu didasarkan pada survey lapangan kebutuhan hidup layak (KHL). Adapun, Said Iqbal menyebut, kenaikan UMP 15 persen itu dianggap sesuai untuk mengembalikan daya beli buruh yang turun akibat pemotongan upah buruh 25 persen imbas implementasi kebijakan Permenaker No.5/2023.