Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pemerintah tidak berencana untuk menghentikan izin ekspor gas dari lapangan migas yang dikelola kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Kepastian itu disampaikan Arifin selepas menghadiri rapat terbatas (ratas) soal grand strategy gas bumi yang dipimpin Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (31/7/2023), sekitar pukul 14.00 WIB.
“Tidak ada [larangan ekspor], jadi memang kalau kita produksinya banyak di dalam negeri belum mampu menyerap ini harus kita manfaatkan sebagai pendapatan untuk pemerintah,” kata Arifin selepas ratas.
Kendati demikian, Arifin mengatakan, pemerintah bakal tetap memprioritaskan pasokan gas yang luber saat ini untuk kebutuhan industri di dalam negeri.
Berdasarkan data milik SKK Migas hingga triwulan pertama 2023, pasokan gas domestik sudah mencapai 67 persen jika dibandingkan dengan pasar ekspor.
Pada periode itu, pasokan gas untuk domestik mencapai 3.539 BBTUD, sementara penjualan luar negeri sebesar 1.776 BBTUD. Mayoritas pembelian domestik ditopang oleh sektor industri, kelistrikan dan pupuk.
Baca Juga
“Kita harus memprioritaskan supply gas yang kita produksi itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, juga memastikan bahwa operasionalnya itu efisien sehingga kita bisa mendapatkan gas yang kompetitif,” kata Arifin.
Sebelumnya, pemerintah tetap mempertahankan rencana moratorium ekspor gas pada 2035 kendati pertumbuhan ekonomi sempat terkoreksi selama 3 tahun terakhir akibat pandemi Covid-19. Apalagi, beberapa KKKS belakangan mempertanyakan ihwal rencana penghentian izin ekspor gas tersebut.
Target moratorium itu menjadi amanat dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang belakangan tengah direvisi ulang.
“Untuk target [moratorium ekspor] kita pertahankan, karena revisi ini juga belum selesai, tapi trennya yang kita pertahankan bahwa daya serap meningkat dalam negeri,” kata Anggota DEN Satya Widya Yudha saat dihubungi, Kamis (1/6/2023).
Satya mengatakan, lembaganya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dapat berkisar di angka 5,2 persen hingga 5,9 persen secara agregat sampai 2043. Hal ini yang menjadi dasar bagi sejumlah kebijakan strategis di sektor energi, termasuk larangan ekspor tersebut.
Menurut dia, proyeksi pertumbuhan ekonomi yang terjaga di rentang itu dapat meningkatkan serapan gas domestik hingga diputus moratorium pada 2035 mendatang.
Berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS), volume serta nilai ekspor gas dengan kode HS 2711 itu mengalami penurunan yang cukup signifikan selama 10 tahun terakhir. Sepanjang 2022, volume ekspor tercatat sebanyak 16 juta ton atau merosot 6,76 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kendati demikian, nilai ekspor komoditas itu mengalami kenaikan 31,76 persen sepanjang 2022 di angka US$9,82 miliar akibat disrupsi pasokan global pada periode tersebut jika dibandingkan dengan pencatatan 2021 di level US$7,45 miliar.
Menilik tujuannya sepanjang 2022, Indonesia paling banyak mengekspor gas ke Singapura, yakni 4,90 juta ton. Selanjutnya, China menjadi pangsa pasar ekspor gas terbesar Indonesia dengan volume angkut sebesar 3,29 juta ton.
Selain itu, ekspor gas dari dalam negeri juga banyak dikirim ke Korea Selatan seberat 3,27 juta ton yang disusul Jepang dengan volume mencapai 2,54 juta ton.